|

Carbon Offset: Upaya Untuk Mencapai Target NDC Indonesia Tahun 2030

Carbon Offset

Pada bulan Oktober 2021, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional (Perpres 98/2021) secara resmi ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Perpres 98/2021 mengatur tentang pasar karbon yang diyakini dapat mendukung pencapaian target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia sebagaimana tercermin dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) yang mendokumentasikan target Indonesia untuk mencapai pengurangan emisi GRK sebesar 41% (empat puluh satu persen) atau setara dengan 1,02 (satu koma dua) miliar ton setara karbon dioksida (CO2e) pada tahun 2030.

Perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi GRK melalui jual beli unit karbon yang dapat dilakukan melalui perdagangan domestik dan internasional. Berdasarkan Pasal 48 Perpres 98/2021, perdagangan karbon domestik atau internasional dilakukan melalui Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) terkait atau dengan mengutamakan penggunaan Sertifikat Penurunan Emisi GRK yang dihasilkan melalui mekanisme sertifikasi penurunan emisi nasional.

A. Mekanisme Carbon Offset

Dalam melakukan perdagangan karbon di Indonesia, salah satu opsi yang dapat dilakukan berdasarkan Perpres 98/2021 adalah Carbon Offset. Carbon Offset juga dikenal sebagai sistem baseline-and-crediting. Skema ini tidak memerlukan kuota (allowances) di awal periode, karena yang dijadikan komoditas (disebut kredit karbon) adalah hasil sertifikasi pengurangan emisi karbon akibat pelaksanaan proyek penurunan emisi karbon. Satu unit kredit karbon biasanya setara dengan pengurangan emisi satu ton karbon dioksida (CO2). Berdasarkan Pasal 52 Perpres 98/2021, Carbon Offset diterapkan dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang tidak memiliki Batas Emisi GRK, memberikan pernyataan pengurangan emisi dengan menggunakan hasil aksi mitigasi perubahan iklim dari usaha dan/atau kegiatan lain. Batas Emisi GRK adalah tingkat emisi GRK maksimum untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan dengan menyusun dan menetapkan tingkat emisi GRK pada subsektor dan usaha dan/atau kegiatan oleh menteri.

Selanjutnya, Pasal 52 ayat (2) Perpres 98/2021, mengatur bahwa Carbon Offset diterapkan dalam hal suatu usaha dan/atau kegiatan:

  1. Tidak ada batasan emisi yang ditentukan;
  2. hasil penurunan emisi GRK dari aksi mitigasi perubahan iklim yang dilakukan berada di bawah target dan baseline yang ditetapkan;
  3. hasil penurunan emisi GRK dari aksi mitigasi perubahan iklim yang dilakukan berada di atas target dan di bawah baseline yang ditetapkan.

Carbon Offset

Baca juga: Hukum Positif dan Keberadaannya

B. Sertifikat Penurunan Emisi

Dalam melakukan perdagangan karbon, suatu usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki sertifikat pengurangan emisi untuk melakukan jual beli satuan karbon. Berdasarkan Pasal 1 angka 31 Perpres 98/2021, Sertifikat Penurunan Emisi adalah salah satu bentuk bukti penurunan emisi oleh usaha dan/atau kegiatan yang telah melalui Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi, dan dicatat dalam SRN PPI berupa nomor register dan/atau kode.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 71 Perpres 98/2021, sertifikasi penurunan emisi GRK nasional dapat diperoleh setelah melalui beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

  1. Pendaftaran di SRN PPI;
  2. Verifikasi oleh verifikator independen;
  3. Hasil verifikasi dilaporkan kepada Menteri dan menjadi dasar pertimbangan penerbitan sertifikat.

Tidak hanya pemegang Sertifikat Pengurangan Emisi yang dapat menggunakannya untuk berpartisipasi dalam skema Carbon Offset, sesuai dengan Pasal 73 ayat (1) Perpres 98/2021, sertifikat tersebut juga dapat digunakan untuk:

  1. ikut serta dalam perdagangan emisi dengan izin Menteri dan pembayaran berdasarkan hasil;
  2. berfungsi sebagai dasar untuk organisasi atau label karbon terkait produk;
  3. berfungsi sebagai dasar untuk memberikan informasi kepada konsumen, rantai pasokan serta laporan keberlanjutan dan instrumen informasi; dan
  4. menjadi dasar pengajuan akses pembiayaan ramah lingkungan, atau pembiayaan keberlanjutan instrumen pembiayaan.

Carbon Offset

Baca juga: Perlindungan Hukum bagi Masyarakat

C. Perundang-Undangan Bawahan

Meskipun mekanisme Carbon Offset telah diatur dalam Perpres 98/2021, masih banyak persoalan praktis yang belum diatur dan mengupayakan agar peraturan perundang-undangan yang lebih rendah diterbitkan. Misalnya mengenai SRN PPI, tata cara Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi, dan Sertifikasi Indonesia Certified Emission Reduction (ICER). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait hal tersebut ditargetkan terbit pada Oktober 2022.

***

ADCO Law merupakan law firm Jakarta Indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.

Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya aspek regulasi, kami memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami

ADCO Law

Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet

Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.

Phone : +6221 520 3034

Fax     : +6221 520 3035

Email : [email protected] 

Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari  ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.