| |

Indonesia Memperkuat Kerangka Arbitrase: Membahas PERMA Nomor 3 Tahun 2023

Whistleblowing System

Indonesia telah memperkuat kerangka arbitrasenya dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2023, yang juga dikenal sebagai PERMA 3/2023. Peraturan ini dikeluarkan untuk mengatasi kebutuhan akan mekanisme penyelesaian sengketa yang efisien dalam lingkungan komersial yang dinamis saat ini. PERMA 3/2023 memperluas cakupan penegakan putusan arbitrase internasional, memberikan klarifikasi atas definisi “ketertiban umum”, dan memfasilitasi prosedur pendaftaran dan penegakan secara elektronik. Selain itu, PERMA 3/2023 juga menetapkan jangka waktu yang jelas dan memperkenalkan opsi untuk penegakan sebagian. Secara keseluruhan, PERMA 3/2023 menyederhanakan proses penegakan, sehingga mendorong arbitrase sebagai metode pilihan untuk menyelesaikan sengketa perdagangan internasional. Inisiatif ini menandakan komitmen Indonesia untuk menciptakan iklim yang ramah investasi.

Kemajuan teknologi yang pesat telah secara signifikan memengaruhi lanskap komersial global. Akibatnya, perusahaan membutuhkan mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang hemat waktu, netral, dan tidak rumit. Arbitrase adalah alternatif yang banyak digunakan secara global, sering kali disukai karena sifat internasionalnya dan pengakuan serta penegakan putusan arbitrase di seluruh dunia.

Arbitrase di Indonesia diatur terutama oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999”). Indonesia juga merupakan negara penandatangan Konvensi New York tahun 1958 tentang Pengakuan dan Penegakan Putusan Arbitrase Asing (Konvensi New York). Ini memastikan bahwa putusan arbitrase internasional diakui dan dapat dilaksanakan di Indonesia. Namun, penting untuk dicatat bahwa UU 30/1999 tidak mengadopsi Undang-Undang Model UNCITRAL tentang Arbitrase Komersial Internasional tahun 1985.

Kerangka Arbitrase

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2023, yang juga dikenal sebagai Peraturan Mahkamah Agung (“PERMA 3/2023”), memberikan klarifikasi lebih lanjut dan rincian tentang prosedur penegakan putusan arbitrase internasional di Indonesia. Peraturan ini memperkenalkan beberapa ketentuan baru, termasuk:

  1. Penegakan Putusan Arbitrase Syariah Internasional: PERMA 3/2023 memperluas cakupan putusan yang dapat dilaksanakan, termasuk putusan yang dikeluarkan oleh lembaga arbitrase berbasis Syariah. Penegakan putusan tersebut akan ditangani oleh Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Ketentuan ini melengkapi UU 30/1999, yang sebelumnya memberikan kewenangan eksklusif kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menegakkan putusan arbitrase internasional.
  2. Definisi “Ketertiban Umum” yang Diklarifikasi: Meskipun definisinya masih agak luas, “ketertiban umum” sekarang mengacu pada prinsip-prinsip fundamental yang penting untuk berfungsinya sistem hukum, sistem ekonomi, dan sistem sosial budaya Indonesia.
  3. Proses Elektronik: Putusan arbitrase internasional dan putusan arbitrase Syariah internasional sekarang dapat didaftarkan secara elektronik melalui Sistem Informasi Pengadilan (SIP) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Demikian pula, permintaan penegakan putusan juga dapat diajukan secara elektronik melalui SIP pengadilan yang bersangkutan.
  4. Jangka Waktu Penegakan: PERMA 3/2023 memperkenalkan jangka waktu yang jelas untuk proses penegakan, yang sebelumnya tidak diatur dalam UU 30/1999. Panitera pengadilan kini diwajibkan untuk menyelesaikan proses pendaftaran dalam waktu 14 hari kalender setelah menerima permohonan lengkap untuk putusan arbitrase internasional dan putusan arbitrase Syariah internasional. Dalam kasus di mana permintaan penegakan diajukan, pengadilan yang relevan harus mengeluarkan putusan tentang apakah akan memberikan eksekusi (perintah pengakuan dan penegakan) dalam waktu 30 hari kalender.
  5. Penegakan Sebagian: PERMA 3/2023 memungkinkan pemohon untuk meminta penegakan sebagian atas putusan arbitrase internasional. Ini merupakan perkembangan yang signifikan, karena UU 30/1999 tidak mengatur mengenai hal ini.

Sebagai kesimpulan, PERMA 3/2023 mengantarkan pada proses pelaksanaan putusan arbitrase internasional yang lebih efisien (dan modern). Proses yang lebih baik ini memberikan peluang yang menguntungkan bagi bisnis, mendorong arbitrase sebagai metode yang lebih disukai dan efisien untuk menyelesaikan sengketa perdagangan internasional. Inisiatif ini menggarisbawahi komitmen Indonesia untuk mendorong iklim yang ramah investasi dan mendukung bisnis. Dengan berlakunya PERMA 3/2023, lanskap arbitrase internasional di Indonesia menyaksikan peningkatan kejelasan prosedural dan perlindungan hukum yang lebih baik bagi para pihak yang terlibat. Meskipun mengakui perlunya perhatian yang berkelanjutan pada bidang-bidang tertentu, perkembangan ini menandakan langkah positif menuju proses penyelesaian sengketa yang lebih lancar dan efektif..