|

Konsiliasi: Suatu Alternatif Penyelesaian Sengketa

konsiliasi-adalah

Konsiliasi adalah kata yang mungkin jarang terdengar oleh khalayak umum. Semakin berkembangnya kegiatan antar masyarakat menimbulkan beragam permasalahan atau sengketa yang biasanya banyak terjadi pada berbagai lini khususnya kegiatan ekonomi dan bisnis. Sengketa berawal pada situasi di mana pihak yang satu merasa dirugikan oleh pihak lain, adanya perbedaan pendapat, serta benturan kepentingan. Penyelesaian sengketa pada umumnya dilaksanakan menggunakan cara litigasi atau penyelesaian sengketa melalui proses persidangan. Penyelesaian sengketa tersebut diawali dengan pengajuan gugatan kepada pengadilan negeri dan diakhiri dengan putusan hakim. Namun disamping penyelesaian sengketa melalui proses litigasi, terdapat pula alternatif penyelesaian sengketa lain melalui mekanisme non litigasi, yang mana salah satu diantaranya adalah melalui Konsiliasi. Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran serta deskripsi lebih lanjut mengenai pengertian, tugas dan wewenang konsiliator, syarat keberhasilan konsiliasi, perbedaan dengan jenis-jenis Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) yang lain, serta penerapannya dalam peraturan di Indonesia.

konsiliasi-adalah

A. Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU 30/1999)
  2. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004)

B. Konsiliasi Adalah

Pada dasarnya Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa di hadapan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak. Dengan kata lain merupakan usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan. Hal ini dapat merujuk pada pengertian yang lebih spesifik mengenai Konsiliasi yang dapat ditemukan dalam Black’s Law Dictionary, yang menyatakan bahwa:

“Conciliation is the adjustment and settlement of a dispute in a friendly, unantagonistic manner used in courts before trial with a view towards avoiding trial and in labor dispute before arbitration. Court of Conciliation is a court with propose terms of adjustments, so as to avoid litigation”.

Melalui pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Konsiliasi merupakan langkah awal perdamaian sebelum sidang peradilan (litigasi) dilaksanakan, sehingga Konsiliasi tidak hanya dapat dilakukan untuk mencegah dilaksanakannya proses litigasi (peradilan), melainkan juga dapat dilakukan oleh para pihak dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berlangsung.

Peraturan yang berlaku saat ini seperti UU 30/1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Rumusan tentang Konsiliasi dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 Penjelasan Umum UU 30/1999, dimana hanya disebutkan bahwa Konsiliasi merupakan salah satu lembaga alternatif dalam penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui Konsiliasi pada penarapannya dilaksanakan dengan intervensi pihak ketiga atau yang disebut dengan Konsiliator.

Konsiliasi adalah

Baca Juga: Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata: A Guideline

C. Tugas dan Wewenang Konsiliator

Konsiliator bertugas melakukan konsiliasi kepada para pihak yang berselisih dimana seorang Konsiliator lebih bersifat aktif, dengan mengambil inisiatif menyusun dan merumuskan langkah-langkah penyelesaian, yang selanjutnya ditawarkan kepada para pihak yang bersengketa sehingga Konsiliator dalam proses konsiliasi memiliki peran yang cukup berarti untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya mengenai duduk persoalannya yang tidak memihak kepada yang bersengketa. Jika pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan, maka Konsiliator mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa. Meskipun demikian konsiliator tidak berwenang membuat putusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak, namun hanya berwenang membuat rekomendasi, yang pelaksanaanya sangat bergantung pada itikad baik para pihak yang bersengketa sendiri sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan antara para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (7) UU 30/1999. Ketentuan ini menyatakan bahwa kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dengan waktu paling lama 30 (tiga Puluh) hari sejak penandatanganan.

konsiliasi-adalah

Baca lebih lanjut: Law Firm: Jenis dan Tugas

D. Syarat Keberhasilan Konsiliasi adalah

Proses dan pengendalian konflik dengan cara konsiliasi akan berhasil, baik dan optimal apabila beberapa syarat terpenuhi sebagaimana yang berlaku dalam mediasi, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut:

  1. Para pihak mempunyai tawar menawar yang sebanding;
  2. Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan di masa depan;
  3. Terhadap persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran;
  4. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan;
  5. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam;
  6. Apabila para pihak memiliki pendukung atau pengikut, mereka tidak memiliki pengharapan yang banyak, tetapi dapat dikendalikan;
  7. Menetapkan preseden atau mempertahankan suatu hak tidak lebih penting dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak; dan
  8. Jika para pihak berada dalam proses litigasi, kepentingan-kepentingan pelaku lainnya, seperti para pengacara dan penjamin tidak akan diperlakukan lebih baik dibandingkan dengan mediasi.

E. Perbedaan dengan jenis-jenis APS lainnya

Menurut UU 30/1999 Pasal 1 angka 10, APS adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, atau Penilaian Ahli. Pada penerapannya APS lebih umum ditempuh melalui Arbitrase, Mediasi atau Konsiliasi oleh para pihak yang bersengketa.

Arbitrase adalah penyelesaian dengan menggunakan bantuan pihak ketiga (Arbiter), dimana para pihak menyatakan akan menaati putusan yang diambil oleh arbiter. Sedangkan mediasi juga menggunakan bantuan dari pihak ketiga (Mediator), namun mediator hanya bertugas menjembatani para pihak tanpa memberikan pendapat-pendapat mengenai penyelesaian sengketa. Konsiliasi juga menggunakan bantuan dari pihak ketiga (Konsiliator).

Pada praktiknya, proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi, namun memiliki suatu perbedaan yaitu konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi ada beberapa tahap yang biasanya harus dilalui:

  1. penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi;
  2. komisi mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan
  3.  berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut, komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.

F. Penerapan Konsiliasi Dalam Peraturan di Indonesia

APS melalui Konsiliasi dapat ditemukan dalam beberapa pengaturan di Indonesia yang berlaku saat ini. Salah satunya dalam UU 2/2004 yang secara spesifik mendefinisikan Konsiliasi di ranah hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 13 yang mendefinisikan Konsiliasi Hubungan Industrial sebagai berikut:

“Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau konsiliator yang netral”.

Selain itu UU 2/2004 tidak hanya memberikan penjelasan secara definisi namun juga tata cara dan jangka waktu dalam praktek menggunakan konsiliasi terutama dalam perselisihan hubungan industrial begitu pula pengertian Konsiliator sebagaimana dalam Pasal 1 ayat 14 menyebutkan bahwa:

“Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan”.

Konsiliasi pada penyelesaian Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial tidak banyak berbeda dengan konsiliasi pada umumnya, melainkan hanya perbedaan perselisihan yang ditangani. Jika Konsiliasi adalah menemui kesepakatan, maka para pihak menandatangani perjanjian bersama yang dibuat oleh Konsiliator yang selanjutnya akan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama.
***
ADCO Law mendapatkan kepercayaan untuk mewakili klien dari perusahaan multinasional hingga entitas-entitas baru di berbagai industri untuk mencapai tujuan bisnis mereka di Indonesia.

ADCO Law sebagai Firma Hukum di Jakarta membantu klien untuk menyusun, mengatur dan mengimplementasikan usaha bisnis dan investasi mereka, termasuk penataan, pembiayaan, dan mengamankan investasi serta mendirikan perusahaan asing baru di Indonesia.

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami

ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]

Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.