Penundaan Penerapan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021
Energi listrik merupakan kebutuhan vital masyarakat yang sangat dibutuhkan untuk menopang kehidupan dan mendukung kegiatan aktivitas sehari-hari. Beragam aktivitas rumah tangga dan industri besar membutuhkan listrik sebagai salah satu sumber energi utama. Energi listrik yang umumnya dipakai oleh masyarakat Indonesia berasal dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan bakar fosil. Kelemahan penggunaan bahan bakar fosil adalah pembakarannya yang menghasilkan gas rumah kaca sehingga menambah konsentrasi gas rumah kaca di bumi penyebab peningkatan suhu bumi dan pemanasan global, sehingga diperlukan jalan keluar untuk beralih dari bahan bakar yang tidak ramah lingkungan ke bahan bakar yang ramah lingkungan. Salah satunya yakni pemanfaatan tenaga panas matahari yang bisa dijadikan pilihan atau yang dikenal dengan istilah tenaga surya. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, di tahun 2021 yang lalu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (Permen ESDM 26/2021). Namun Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM beberapa hari yang lalu melalui Konferensi Pers Capaian Kinerja dan Rencana Kerja 2022 Subsektor EBTKE menyatakan bahwa regulasi tersebut penerapannya ditunda untuk sementara.
Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 Sebagai Hasil Revisi Regulasi Sebelumnya
Permen ESDM 26/2021 merupakan hasil revisi yang memuat sejumlah ketentuan pengaturan baru untuk merevisi aturan sebelumnya, yakni Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (Permen ESDM 49/2018). Dorongan revisi ini sebagai bentuk komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% (dua puluh tiga persen) di Tahun 2025. Revisi terhadap Permen ESDM 49/2018 tersebut dimaksudkan untuk membuka peluang bagi masyarakat untuk lebih mudah mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan serta meningkatkan kontribusi dalam menurunkan emisi gas rumah kaca. Dasar pertimbangan revisi Permen ESDM 49/2018 tersebut diantaranya:
- Penambahan jumlah kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap belum sesuai dengan target yang diharapkan;
- Terdapat pengaduan masyarakat terkait waktu pelayanan PLTS Atap yang tidak sesuai dengan Permen ESDM yang ada yakni mengenai perbedaan harga dan standar kilowatt hour (kWh) meter expor-impor; dan
- Upaya meningkatkan perekonomian PLTS Atap sehingga lebih kompetitif untuk bisa bersaing dengan energi fosil.
Dengan dilakukannya revisi tersebut, terdapat beberapa pengaturan baru di dalam Permen ESDM 26/2021 yang meliputi:
- Ketentuan perhitungan ekspor listrik oleh pelanggan PLTS Atap ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) telah diubah dari yang sebelumnya dikalikan 65% (enam puluh lima persen) menjadi 100% (seratus persen) sebagai bentuk pemberian insentif bagi masyarakat yang memasang PLTS Atap (Pasal 6 ayat 1). Dasar dari pengaturan tersebut ialah berdasarkan laporan dari PLN dan survei Kementerian ESDM yang menyatakan bahwa energi listrik yang diekspor ke PLN oleh pelanggan PLTS Atap sektor rumah tangga hanya sebesar 24-26% dan untuk sektor industri sebesar 5-10% dari jumlah energi yang diproduksi oleh PLTS Atap. Tidak tercapainya nilai ekspor sebesar 100% disebabkan karena produksi listrik dari PLTS Atap yang digunakan terlebih dahulu oleh pelanggan PLTS Atap, dan apabila terdapat kelebihan produksi, listrik tersebut baru dapat di ekspor ke PLN.
- Perpanjangan jangka waktu perhitungan selisih lebih antara nilai kWh Impor dan nilai kWh Ekspor yang mulanya diakumulasikan dari tiga bulan menjadi enam bulan dalam perhitungan selisih lebih sebagai pengurang tagihan listrik (Pasal 6 ayat 4).
- Jangka waktu permohonan PLTS Atap dipersingkat dari yang mulanya 15 hari menjadi maksimal 12 hari bagi Pelanggan PLTS Atap yang melakukan perubahan pada Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) (Pasal 8 ayat 2) dan maksimal 5 hari untuk Pelanggan PLTS Atap tidak melakukan perubahan pada PJBL (Pasal 7 ayat 3).
- Pelanggan PLTS Atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon (Pasal 28 ayat 1).
- Mekanisme pelayanan sistem PLTS Atap diwajibkan berbasis aplikasi agar dapat memonitor proses berjalannya sistem ketenagalistrikan (Pasal 22).
- Terdapat perluasan tidak hanya pelanggan PLN saja tetapi pelanggan di Wilayah Usaha non-PLN yang saat ini hanya dikhususukan terhadap pelanggan PLN (Pasal 5 ayat 2).
- Terdapat pusat pengaduan sistem PLTS Atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan atas implementasi PLTS Atap dimana saat ini pusat pengaduan tersebut belum terbentuk (Pasal 26).
Alasan penundaan penerapan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, menyatakan bahwa pelaksanaan Permen ESDM 26/2021 ditunda sementara dengan alasan-alasan diantaranya sebagai berikut:
- Adanya potensi penurunan pendapatan PLN yang akan berdampak pada penurunan penjualan listrik PLN. Namun, hal itu tidak serta merta mengurangi pendapatan PLN karena listrik yang masuk ke jaringan listrik PLN masih bisa dijual ke pelanggan lain.
- Kurangnya insentif terutama terkait harga jual listrik ke PLN yang masih ditentukan oleh Pemerintah Indonesia, sehingga membuat industri energi terbarukan kurang diminati karena investasi di bisnis energi terbarukan juga membutuhkan biaya yang besar.
- Pemerintah Indonesia khususnya Presiden Indonesia masih mempertimbangkan beberapa faktor, salah satunya penolakan Kementerian Keuangan mengenai perubahan ketentuan net metering ekspor listrik dari 65% (enam puluh persen) sebagaimana diatur sebelumnya dalam RMEMR 49/2018, menjadi 100% (seratus persen) sebagaimana diatur dalam RMEMR 26/2021 dimana hal ini berkaitan dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden Terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga (PP 68/2021) yang mengharuskan semua Rancangan Peraturan Menteri yang diundangkan untuk harus mendapat persetujuan dari Presiden Indonesia, dan itu menyebabkan birokrasi untuk menerbitkan Peraturan Menteri membutuhkan waktu yang lebih lama.
- Sistem dari PLN dan instansi terkait belum siap dengan mekanisme pelayanan berbasis aplikasi.
Untuk saat ini kita masih menunggu peraturan pelaksanaan RMEMR 26/2021, dan diharapkan peraturan tersebut dapat merangsang masyarakat untuk beralih ke energi terbarukan sehingga target Pemerintah Indonesia untuk energi terbarukan sebesar 23% (dua puluh tiga persen) pada tahun 2025 dapat tercapai.
***
ADCO Law mendapatkan kepercayaan untuk mewakili klien dari perusahaan multinasional hingga entitas-entitas baru di berbagai industri untuk mencapai tujuan bisnis mereka di Indonesia.
ADCO Law sebagai Law Firm Jakarta membantu klien untuk menyusun, mengatur dan mengimplementasikan usaha bisnis dan investasi mereka, termasuk penataan, pembiayaan, dan mengamankan investasi serta mendirikan perusahaan asing baru di Indonesia.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.