Pemutusan Hubungan Kerja
Apa itu Pemutusan Hubungan Kerja?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Pengalihdayaan, Jam Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”), Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) adalah pemutusan hubungan kerja karena hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pemberi kerja.
Pemutusan hubungan kerja memiliki konsekuensi yang berbeda baik untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”). Dalam PKWTT, akibat pemutusan hubungan kerja tunduk pada ketentuan Pasal 40 hingga Pasal 59 PP 35/2021, sedangkan dalam PKWT akibat pemutusan hubungan kerja berupa ganti rugi yang diberikan pengusaha kepada pekerja.
Dasar Hukum Pemutusan Hubungan Kerja
- 60Bab XII Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13 Tahun 2003”);
- Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Pengalihdayaan, Jam Kerja dan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”);
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu 2/2022”).
Baca Juga: Tunjangan Hari Raya Keagamaan di Indonesia
Jenis Pemutusan Hubungan Kerja
- Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum
Pemutusan hubungan kerja jenis ini terjadi ketika jangka waktu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan pekerja berakhir. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, seperti kematian pekerja, pensiun, atau permintaan dari perusahaan untuk memutuskan hubungan kerja. - Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pelanggaran Perjanjian Kerja
Pemutusan hubungan kerja jenis ini terjadi apabila pekerja secara sukarela mengundurkan diri atau melanggar perjanjian kerja. Penting untuk dicatat bahwa jenis pemutusan hubungan kerja ini didasarkan pada keputusan pekerja itu sendiri dan bukannya dimandatkan secara hukum. - Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kondisi Tertentu
Kondisi tertentu dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja, seperti jika pekerja mengalami sakit berkepanjangan, perusahaan mengalami pemutusan hubungan kerja, kebangkrutan, atau kerugian berkelanjutan. Namun secara umum, pekerja dapat mengajukan pengunduran diri secara sukarela dalam keadaan ini. - Pemutusan Hubungan Kerja Karena Kesalahan Berat
Pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan bagi pekerja yang terbukti melakukan kesalahan yang berat. Berikut beberapa contoh kesalahan yang tergolong berat sebagaimana diatur dalam PP 35/2021:- Mencuri atau menggelapkan properti perusahaan;
- Menggunakan atau menyebarkan alkohol, narkotika, psikotropika, atau zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
- Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di tempat kerja;
- Mengancam, melecehkan, atau mengintimidasi rekan kerja;
- Membocorkan rahasia perusahaan;
- Melakukan tindakan lain di perusahaan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, dsb.
Ketentuan PHK setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
- Alasan yang Diperbolehkan Digunakan oleh Perusahaan Untuk Melakukan PHK
- Perusahaan mengalami penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan yang berujung pada pemutusan hubungan kerja.
- Perusahaan menerapkan langkah-langkah efisiensi akibat kerugian finansial.
- Perusahaan berhenti beroperasi setelah mengalami kerugian terus menerus selama dua tahun.
- Perusahaan ditutup karena keadaan force majeure.
- Perusahaan dalam keadaan penundaan pembayaran utang.
- Pekerja meminta pemutusan hubungan kerja karena alasan berikut dari pihak pemberi kerja:
- Kekerasan fisik atau verbal, pelecehan, atau ancaman terhadap pekerja;
- Bujukan atau instruksi kepada pekerja untuk terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum;
- Gaji tidak dibayar selama tiga bulan berturut-turut;
- Kegagalan untuk memenuhi kewajiban yang dijanjikan kepada pekerja.
- Memberikan pekerjaan di luar lingkup perjanjian kerja.
- Memberikan pekerjaan yang membahayakan nyawa, keselamatan, kesehatan, dan integritas moral pekerja.
- Keputusan Badan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyatakan bahwa pemberi kerja tidak dapat mengatasi permasalahan tersebut di atas, sehingga berujung pada pemutusan hubungan kerja.
- Pekerja secara sukarela mengundurkan diri.
- Pekerja absen selama lima hari berturut-turut tanpa memberikan penjelasan tertulis, meski sudah dua kali dipanggil oleh pemberi kerja.
- Pekerja melanggar ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja dan peraturan perusahaan, meski sudah mendapatkan tiga surat peringatan.
- Pekerja tidak dapat menjalankan tugasnya karena ditahan selama enam bulan oleh pihak berwenang karena diduga melakukan tindak pidana.
- Pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat yang berlangsung lebih dari 12 bulan akibat kecelakaan.
- Pekerja mencapai usia pensiun.
- Pekerja meninggal dunia.
- Alasan PHK yang Dilarang
- Pekerja sedang cuti medis berkepanjangan untuk jangka waktu terus menerus melebihi 12 bulan.
- Pekerja absen dari pekerjaan karena kewajiban hukum kepada negara.
- Pekerja terlibat dalam perayaan keagamaan sebagaimana diamanatkan oleh keyakinan mereka.
- Pekerja yang menikah;
- Pekerja yang sedang hamil, melahirkan, melakukan aborsi, atau sedang menyusui bayinya;
- Pekerja yang memiliki hubungan darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja lain dalam satu perusahaan;
- Pekerja mendirikan, bergabung, atau memegang posisi administratif dalam Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan terlibat dalam kegiatan serikat selama jam kerja dengan persetujuan pemberi kerja atau sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja;
- Pekerja melaporkan pemberi kerja mereka kepada pihak berwenang berdasarkan dugaan kegiatan kriminal;
- Diskriminasi berdasarkan perbedaan pandangan, agama, keyakinan politik, etnis, warna kulit, kelas sosial, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
- Pekerja dengan cacat permanen, penyakit terkait pekerjaan, atau pemulihan yang tidak pasti sebagaimana ditentukan oleh profesional medis.
Baca Juga: Jenis-Jenis Kontrak Kerja
Perhitungan Uang Pesangon setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
Penting untuk digaris bawahi bahwa ketika pemberi kerja memutuskan hubungan kerja, mereka diwajibkan untuk memberikan uang pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja (“UPMK”), dan Uang Penggantian Hak (“UPH”) kepada pekerja. UPH berfungsi sebagai kompensasi atas berbagai hak pekerja, seperti cuti tahunan yang tidak digunakan, biaya transportasi bagi pekerja yang pulang ke tempat tinggalnya, dan ketentuan lain yang dituangkan dalam perjanjian kerja.
Uang pesangon dihitung berdasarkan komponen upah tetap yang diterima pekerja, yang meliputi gaji pokok dan segala bentuk tunjangan tetap. Berikut tabel perhitungan berdasarkan Pasal 156 ayat (2) Perppu 2/2022:
Masa kerja | Jumlah Pesangon |
< 1 tahun | 1 kali gaji bulanan |
1 tahun | 2 kali gaji bulanan |
2 tahun | 3 kali gaji bulanan |
3 tahun | 4 kali gaji bulanan |
4 tahun | 5 kali gaji bulanan |
5 tahun | 6 kali gaji bulanan |
6 tahun | 7 kali gaji bulanan |
7 tahun | 8 kali gaji bulanan |
8 tahun atau lebih | 9 kali gaji bulanan |
Selanjutnya besaran pembayaran UPMK ditetapkan dalam Pasal 156 ayat (3) Perppu 2 Tahun 2022 sebagai berikut:
Masa kerja | Jumlah UPMK |
3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun | 2 kali gaji bulanan |
6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun | 3 kali gaji bulanan |
9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun | 4 kali gaji bulanan |
12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun | 5 kali gaji bulanan |
15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun | 6 kali gaji bulanan |
18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun | 7 kali gaji bulanan |
21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun | 8 kali gaji bulanan |
24 tahun atau lebih | 10 kali gaji bulanan |
Sedangkan besaran UPH ditentukan oleh pemberi kerja, khususnya dalam peraturan perusahaan.
***
ADCO Law adalah law firm jakarta,indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.
Berpengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya soal aspek regulasi, kami juga memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.