Kewajiban Perusahaan dan Hak Karyawan dalam Merger & Akuisisi

Dalam transaksi Merger dan akuisisi (“M&A“), perusahaan harus mematuhi kerangka hukum yang kompleks guna memastikan perlindungan hak seluruh pemangku kepentingan, termasuk karyawan. Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU PT“) mengatur bahwa tindakan hukum seperti merger, konsolidasi, akuisisi, atau pemisahan wajib mempertimbangkan kepentingan perusahaan serta pihak-pihak terkait, termasuk karyawan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU Ketenagakerjaan“) secara jelas mengatur hak karyawan dalam situasi M&A. Artikel ini membahas kewajiban utama perusahaan serta hak-hak karyawan dalam konteks tersebut.
Artikel ini membahas kewajiban perusahaan dan hak-hak karyawan yang penting yang muncul dalam skenario tersebut.
Baca Juga: Putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XXI/2023: Titik Balik dalam Hukum Ketenagakerjaan
Kewajiban Perusahaan
- Pemberitahuan kepada Karyawan
Sesuai dengan Pasal 127 ayat (2) UU PT, Direksi perusahaan yang terlibat dalam merger, konsolidasi, akuisisi, atau pemisahan diwajibkan untuk:- Mengumumkan ringkasan rencana transaksi setidaknya dalam satu surat kabar; dan
- Memberitahukan karyawan secara tertulis paling lambat 30 hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS“) diselenggarakan.
Periode pemberitahuan ini bukan sekadar formalitas, melainkan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengajukan keberatan jika merasa hak atau keamanan pekerjaannya dapat terpengaruh secara negatif. Jika karyawan memilih untuk tidak melanjutkan bekerja akibat perubahan yang terjadi, perusahaan berkewajiban menindaklanjuti keberatan tersebut sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku, termasuk pemberian paket pesangon apabila diperlukan.
- Paket Pesangon
Jika terjadi PHK akibat merger atau akuisisi, baik karena karyawan menolak melanjutkan hubungan kerja di bawah manajemen baru atau karena manajemen baru tidak mempertahankan karyawan lama, perusahaan wajib memberikan pesangon kepada karyawan yang terdampak.Bagi karyawan tetap dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT“), skema pesangon bervariasi tergantung alasan PHK:- Pesangon Standar: Untuk karyawan yang menolak melanjutkan hubungan kerja atau tidak diterima oleh manajemen baru setelah merger, konsolidasi, pemisahan, atau akuisisi, perusahaan wajib membayar pesangon sebesar satu kali ketentuan pesangon, uang penghargaan masa kerja, serta uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 (“PP 35/2021“).
- Pesangon yang Dimodifikasi akibat Perubahan Syarat Kerja: Berdasarkan Pasal 42 ayat (2) PP 35/2021, jika akuisisi menyebabkan perubahan yang merugikan terhadap hak atau kewajiban karyawan dan mereka memilih untuk tidak melanjutkan hubungan kerja, perusahaan tetap dapat melakukan PHK. Dalam kasus ini, perusahaan wajib membayarkan setengah dari pesangon standar, serta satu kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam PP 35/2021.
Sementara itu, bagi karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), jika mereka memilih untuk tidak melanjutkan hubungan kerja atau tidak diterima oleh manajemen baru, perusahaan wajib membayarkan kompensasi secara pro-rata sesuai dengan Pasal 17 PP 35/2021.
Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum jangka waktu yang disepakati berakhir, pihak yang mengakhiri hubungan kerja wajib memberikan kompensasi sebesar upah karyawan untuk sisa masa kerja, kecuali PHK terjadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
- Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”)
Dalam kasus di mana kedua perusahaan yang menggabungkan diri memiliki PKB yang terpisah, sesuai dengan Pasal 131 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, entitas yang menerima penggabungan harus memprioritaskan ketentuan yang lebih menguntungkan bagi karyawan. Artinya, jika terdapat perbedaan di antara kedua PKB tersebut, seperti perbedaan upah, tunjangan, atau kondisi kerja, maka PKB yang menawarkan ketentuan yang lebih menguntungkan bagi pekerja yang akan diutamakan. Prinsip di balik hal ini adalah untuk melindungi hak-hak karyawan dan untuk menghindari pengurangan tunjangan atau kondisi kerja sebagai akibat dari merger. Ketentuan ini membantu mencegah dampak buruk terhadap kesejahteraan karyawan, memastikan bahwa merger tidak mengakibatkan perlombaan ke bawah dalam hal kondisi kerja.Sebagai contoh, jika PKB salah satu perusahaan memberikan tunjangan pesangon yang lebih tinggi atau jam kerja yang lebih baik, ketentuan tersebut harus diadopsi oleh perusahaan yang bertahan, asalkan lebih menguntungkan bagi karyawan. Jika kedua perjanjian tersebut sama-sama menguntungkan, perusahaan yang bertahan dapat melanjutkan salah satunya atau menegosiasikan ulang PKB yang menggabungkan aspek-aspek terbaik dari kedua PKB tersebut.
- Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan
Jika karyawan diberhentikan akibat merger, akuisisi, atau restrukturisasi perusahaan dan tidak menerima keputusan tersebut, mereka memiliki hak untuk menggugat keputusan tersebut. Sengketa PHK dalam konteks ini bukan hanya masalah administratif, melainkan juga isu hukum yang memerlukan penyelesaian melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. - Hak Karyawan dalam M&A
Karyawan memiliki peran krusial dalam kesinambungan serta keberhasilan perusahaan pasca-M&A. Oleh karena itu, hak-hak mereka dilindungi oleh hukum Indonesia, termasuk:- Hak atas Informasi: Karyawan memiliki hak untuk menerima informasi yang tepat waktu dan akurat mengenai merger, akuisisi, atau tindakan korporasi lainnya yang mempengaruhi pekerjaan mereka, sesuai dengan Pasal 127 ayat (2) UU PT.
Sebagai contoh, jika Perusahaan A melakukan merger dengan Perusahaan B, maka manajemen Perusahaan A harus menginformasikan kepada karyawannya melalui pemberitahuan tertulis yang merinci rencana merger, potensi dampaknya, dan perubahan yang mungkin terjadi pada syarat-syarat ketenagakerjaan paling lambat 30 hari sebelum RUPS.
- Hak untuk Menolak Perubahan: Berdasarkan Pasal 41 dan 42 ayat (2), karyawan dapat menolak untuk melanjutkan pekerjaan di bawah manajemen baru atau persyaratan kerja yang direvisi, yang memicu hak pesangon karena pemutusan hubungan kerja. Ketentuan-ketentuan ini melindungi karyawan dari kondisi kerja yang tidak menguntungkan yang diberlakukan pasca-M&A.
Sebagai contoh, jika seorang karyawan Perusahaan A akan dipindahkan ke Perusahaan B karena merger dan diminta untuk pindah ke kota lain atau menerima gaji yang lebih rendah, karyawan tersebut memiliki hak untuk menolak. - Hak atas Paket Pesangon: Pasal 41 dan 42 PP 35/2021 mengatur paket pesangon untuk karyawan yang diberhentikan karena M&A, untuk memastikan bahwa mereka menerima kompensasi yang adil. Ini termasuk kombinasi uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan hak kompensasi berdasarkan keadaan pemutusan hubungan kerja.
- Hak atas Informasi: Karyawan memiliki hak untuk menerima informasi yang tepat waktu dan akurat mengenai merger, akuisisi, atau tindakan korporasi lainnya yang mempengaruhi pekerjaan mereka, sesuai dengan Pasal 127 ayat (2) UU PT.
Baca juga: Pekerjaan Jarak Jauh Lintas Negara: Tantangan dan Apa yang Harus Dihadapi
Kesimpulan
Tindakan korporasi seperti merger dan akuisisi sering kali menyebabkan perubahan signifikan dalam perusahaan, yang dapat berdampak pada keamanan kerja dan kondisi kerja karyawan. Hukum Indonesia bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan hak karyawan, memastikan transparansi serta perlakuan yang adil. Dengan mematuhi ketentuan hukum ini, perusahaan dapat memastikan transisi yang lebih lancar serta menjaga kepercayaan karyawan dalam menghadapi perubahan bisnis yang besar.
Artikel ini hanya untuk tujuan informasi dan bukan merupakan nasihat hukum. Untuk masalah hukum tertentu, silakan berkonsultasi dengan ahli hukum kami di ADCO Law. Tim kami yang terdiri dari para profesional hukum yang berpengalaman berpengalaman dalam peraturan ketenagakerjaan, persyaratan kepatuhan, dan praktik terbaik untuk membantu bisnis dalam menangani masalah ketenagakerjaan yang kompleks. Baik Anda para pemberi kerja yang ingin memastikan kepatuhan terhadap hukum ketenagakerjaan di Indonesia atau karyawan yang membutuhkan bantuan hukum, kami menyediakan solusi yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan Anda.
***
ADCO Law adalah law firm jakarta,indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.
Berpengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya soal aspek regulasi, kami juga memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : inquiry@adcolaw.com
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.