Membayangkan kembali Hukum Persaingan di Indonesia Pasca COVID-19

Hukum Persaingan usaha dimasa COVID-19 menjadi hal perlu diamati, Semua negara mulai kembali bangun dari tidurnya untuk menghidupkan ekonominya agar tetap stabil pasca melandanya pandemic Coronavirus Disease (COVID-19) di seluruh dunia. Indonesia termasuk menjadi negara yang terdampak serius dan sedang berusaha untuk menciptakan kestabilan ekonomi bagi para pelaku usaha baik pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah atau pelaku usaha Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM). Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk membangun kembali perekonomian Indonesia secara bertahap untuk memberikan kelegaan atau kemudahan bagi para pelaku usaha dalam membangun kembali usahanya.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan salah satu Lembaga pemerintah yang memberikan keringanan bagi sektor bisnis di Indonesia. Pada tahun 2020, KPPU menerbitkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Relaksasi Penegakan Hukum Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Serta Pelaksanaan Kemitraan Dalam Rangka Mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (Peraturan KPPU 3/2020). Tujuan dari Peraturan KPPU 3/2020 ini terdapat dalam Pasal 3 yang bertujuan untuk mendukung program pemulihan ekonomi dengan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para Pelaku Usaha dalam menjalankan usahanya.
Mengenai KPPU dan Hukum Persaingan Usaha
KPPU merupakan Lembaga Komisi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999). Salah satu tugas KPPU adalah memberikan sanksi kepada pelaku usaha dengan proses penegakan hukum persaingan yang sampai saat ini menjadi bagian penting dalam upaya membantu Pemerintah Indonesia dalam pengawasan persaingan usaha di Indonesia. Sejak tahun 2002 hingga 2019, putusan perkara yang diproses di Pengadilan Negeri mencapai 181 (seratus delapan puluh satu) putusan, sekitar 58,5% (lima puluh delapan koma lima persen) dimenangkan oleh KPPU, sedangkan dari total 145 (seratus empat puluh lima) putusan di Mahkamah Agung, sekitar 70,3% (tujuh puluh koma tiga persen) dimenangkan oleh KPPU. Dari 37 (tiga puluh tujuh) putusan Peninjauan Kembali, KPPU memenangkan lebih dari 91,8% (sembilan puluh satu koma delapan) kasus berdasarkan Peraturan KPPU 3/2020 yang berarti setidaknya lebih dari 181 (seratus delapan puluh satu) pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap UU 5/1999 telah mendapatkan sanksi administratif. Hal ini tentu sangat merugikan tidak hanya bagi masyarakat melainkan kepada pelaku usaha pesaing atau pelaku usaha yang hendak masuk ke pasar.
Proses Penegakan Hukum di KPPU
Proses penegakan hukum di lingkungan KPPU secara khusus diatur dalam Peraturan Komisi Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Peraturan KPPU 1/2019). Dalam Pasal 2 dijelaskan bahwa sumber perkara di KPPU terdiri dari:
- Laporan: Perorangan atau badan hukum dapat melapor ke KPPU jika diduga telah terjadi pelanggaran UU 5/2019.
- Inisiatif: Inisiatif adalah pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilakukan jika ada dugaan pelanggaran hukum meskipun tanpa laporan.
KPPU dibantu oleh Sekretariat Komisi dalam hal berinisiasi untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran persaingan usaha. Pasal 17 mengatur bahwa jika laporan atau inisiatis terhadap dugaan pelanggaran hukum memenuhi persyaratan untuk ditindaklanjuti, Investigator Komisi akan melakukan pemeriksaan melalui tahap penyelidikan untuk memperoleh bukti yang cukup, kejelasan dan kelengkapan dugaan pelanggaran Undang-Undang. Lebih lanjut, Jangka waktu Penyelidikan dugaan pelanggaran Undang-Undang tersebut dilakukan selama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan Rapat Koordinasi sebagaimana diatur dalam Pasal 16. Dalam hal penyelidikan telah disetujui oleh KPPU maka kasus tersebut dilanjutkan dengan Sidang Majelis Komisi yang dimana pada tahap prosesnya adalah sebagai berikut:
- Pemeriksaan Pendahuluan;
- Perubahan Perilaku; (Jika perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran Undang-Undang, mengakui pelanggaran)
- Putusan Perubahan Perilaku;
- Penetapan Perubahan Perilaku;
- Pemeriksaan Lanjutan; (Jika perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran Undang-Undang, menyangkal pelanggaran, atau Investigator melaporkan kepada Komisaris bahwa tidak ada perubahan perilaku dari perusahaan yang dicurigai)
- Musyawarah Majelis Komisi;
- Pembacaan Putusan Komisi; dan
- Pelaksanaan Putusan Komisi
Setelah melalui proses persidangan di KPPU, pelaku usaha yang dinyatakan bersalah oleh Majelis Komisi, pelaku usaha tersebut dapat mengajukan upaya keberatan setelah menerima pemberitahuan putusan melalui Pengadilan Niaga sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang 5 Tahun 1999 yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Kemudian apabila pelaku usaha tersebut keberatan atas putusan Pengadilan Niaga, maka pelaku usaha tersebut dapat mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam jangka waktu 14 hari (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan Pengadilan Niaga.
Jumlah Denda
Terlepas dari perubahan beberapa ketentuan terkait sanksi berupa denda, KPPU tetap diperbolehkan mengenakan denda minimal Rp. 1.000.000.000 (satu miliar Rupiah) pada perusahaan yang melanggar hukum. Namun jumlah tersebut tidak mutlak sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat bahwa sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf g hanya denda dasar. Pengenaan sanksi administratif berupa denda oleh KPU dilakukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
- paling banyak 50% (lima puluh persen) dari laba bersih yang diperoleh Pelaku Usaha di pasar bersangkutan selama masa pelanggaran hukum; atau
- paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah penjualan di pasar bersangkutan selama periode pelanggaran hukum.
Ketentuan baru mengenai besaran denda tersebut di atas merupakan hasil dari perubahan yang signifikan, dimana sebelumnya besarnya denda ditetapkan paling banyak Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Selain itu, ketentuan mengenai besaran denda atas Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan dan Pengambilalihan tetap sama.
Kebijakan perusahaan yang tepat dalam menentukan arah usahanya sangat menentukan kepatuhan perusahaan dan akibatnya bagi kelancaran usahanya. Pelaku usaha harus secara sadar menjalankan usahanya dengan menghindari perilaku persaingan usaha yang tidak sehat.
Mewujudkan Persaingan Usaha yang Sehat
Pandemi COVID-19 tentu memberikan tantangan berat untuk bertahan bagi bisnis di banyak sektor, dan KPPU akan kembali dalam tugasnya untuk mengawasi persaingan dalam dunia bisnis untuk membantu pemerintah dalam menciptakan perekonomian yang kondusif bagi kegiatan usaha yang sehat. Karenanya, sangat penting bagi para pelaku usaha untuk menata kembali usahanya dalam koridor yang tepat, yaitu mematuhi peraturan persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, sebagai Legal Counsel yang membantu setiap perusahaan dalam mengembangkan dan menjalankan bisnisnya, kami Advokat ADCO Law akan membantu para klien dalam menjaga persaingan usaha yang sehat serta memberikan masukan terkait apabila dalam berbisnis memiliki potensi adanya pelanggaran UU 5/1999
***
ADCO Law mendapatkan kepercayaan untuk mewakili klien dari perusahaan multinasional hingga entitas-entitas baru di berbagai industri untuk mencapai tujuan bisnis mereka di Indonesia.
ADCO Law sebagai Law Firm Jakarta membantu klien untuk menyusun, mengatur dan mengimplementasikan usaha bisnis dan investasi mereka, termasuk penataan, pembiayaan, dan mengamankan investasi serta mendirikan perusahaan asing baru di Indonesia.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.