Redenominasi Rupiah: Nilai Mata Uang Berkurang?
Pada Bulan Agustus 2022, Pemerintah Indonesia bersama Bank Indonesia resmi merilis tujuh pecahan Uang Kertas baru Tahun Emisi (TE) 2022. Salah satu aspek inovasi penguatan Uang TE 2022 yakni pengurangan tiga angka nol paling belakang di uang baru jika dilihat secara diterawang. Hal ini menimbulkan isu dan wacana redenominasi rupiah yang kembali menjadi topik yang diperbincangkan di masyarakat.
A. Memahami Redenominasi
Pengertian redenominasi menurut Bank Indonesia, adalah penyederhanaan dari nilai atau nominal yang tertera pada mata uang tertentu tanpa memotong nilai tukar dari uang itu sendiri, disertai dengan penyesuaian harga komoditas di pasaran dan nilai tukar dengan valuta asing (valas). Seperti contoh, apabila nilai Rp 1.000 (seribu Rupiah) mengalami redenominasi maka akan mengalami penghilangan tiga angka nol sehingga menjadi Rp 1 (satu Rupiah) namun nilainya tetap sama.
Redenominasi sendiri bukan merupakan hal yang baru untuk dilakukan dalam dunia ekonomi. Sebagai bahan perbandingan, redenominasi justru telah dilakukan di beberapa negara, misalnya Turki. Turki merupakan contoh sukses negara yang melakukan redenominasi dengan menghilangkan 6 (enam) angka nol pada mata uangnya. Selain Turki, negara yang berhasil melakukan redenominasi adalah Polandia, Rumania dan Ukrania. Namun tidak sedikitpula yang gagal melakukan redenominasi, sebagai contoh Argentina, Zimbabwe, Brasil dan Korea Utara. Negara-negara tersebut memberlakukan redenominasi pada saat yang tidak tepat dimana perekonomian tidak stabil dan memiliki tingkat inflansi yang tinggi.
Baca Juga: Other Creditors Arising From The Cessie in PKPU & Bankruptcy
B. Langkah Redenominasi Rupiah di Indonesia
Pada tahun 2017, pertama kalinya Kementerian Keuangan bersama BI mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Mata Uang secara resmi. Saat itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Gubernur BI (periode 2013-2018) Agus DW Martowardojo mengajukan permohanan RUU Redemoninasi Mata Uang kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Awalnya, pelaksanaan redenominasi rupiah ditargetkan bisa terealisasi pada 1 Januari 2020. Namun landasan hukumnya belum juga keluar. Wacana redenominasi pun kembali dilanjutkan, namun pembahasan payung hukumnya tak pernah selesai hingga berakhirnya masa kerja DPR periode 2014-2019.
Sejak 2018 hingga 2020, RUU Redenominasi Rupiah 2020 tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas). Kini rencana redenominasi rupiah kembali dilanjutkan di tengah pandemi Covid-19. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 (PMK 77/2020). Gubernur Bank Indonesia bersama Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) akhir-akhir ini telah melakukan kajian terkait redenominasi rupiah dan menemukan berbagai manfaat dari sisi ekonomi tersebut. ISEI pun telah menyampaikan pandangan terkait redenominasi ini kepada pemerintah Indonesia. Namun untuk pelaksanaan redenominasi rupiah ini tergantung bagaimana keputusan pemerintah Indonesia.
C. Tujuan Redenominasi
Menteri Keuangan menyatakan bahwa tujuan utama redenominasi adalah menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam transaksi serta efektif dalam pencatatan pembukuan keuangan. Pecahan uang rupiah yang cukup besar ini beberapa waktu belakangan ini mulai menimbulkan permasalahan-permasalahan bagi masyarakat, khususnya dalam melakukan transaksi keuangan. Melalui redenominasi, proses penghitungan menjadi lebih mudah, sebab tiga angka nol yang menyertai di belakang satuan uang tidak digunakan. Dalam hitungan perbankan, penyederhanaan digit mata uang yang dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol pada rupiah akan menghemat biaya teknologi yang digunakan. Selain itu, bentuk penyederhanaan digit juga mempermudah untuk membaca laporan keuangan dalam praktik akuntansi.
Baca Juga: Kreditur Lain Yang Timbul Dari Cessie Dalam PKPU & Kepailitan
C. Kesiapan saat ini
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyatakan bahwa redenominasi belum tepat jika dilakukan dalam 2 (dua) sampai 3 (tiga) tahun kedepan di Indonesia. Salah satu pertimbangan sebelum lakukan redenominasi yakni stabilitas inflasi harus terjaga. Selain itu pertimbangan utama adalah kekhawatiran terjadinya hiperinflasi karena perubahan nominal uang mengakibatkan para pedagang untuk menaikkan pembulatan nilai ke atas. Misalnya harga barang sebelum dikurangi nominal uangnya adalah Rp. 9.200 (sembilan ribu dua ratus Rupiah) maka dimungkinkan menjadi Rp. 9,5 (sembilan koma lima Rupiah) setelah redenominasi sehingga sebagian besar harga dibulatkan menjadi Rp. 10 (sepuluh Rupiah). Akibatnya, harga barang akan naik signifikan.
Kondisi ini dikhawatirkan akan sulit dikontrol oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Selain itu, Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia harus melihat pelajaran kegagalan redenominasi dari Brazil, Rusia dan Argentina karena kurangnya persiapan teknis, sosialisasi, kepercayaan terhadap pemerintah rendah, hingga momentum saat ekonomi alami tekanan eksternal sehingga dengan jumlah penduduk dan unit usaha yang cukup besar di Indonesia
Redenominasi harus dilakukan ketika kondisi ekonomi dan inflasi stabil. Dalam situasi ini, setidaknya butuh waktu 10 (sepuluh) tahun persiapan sejak regulasi redenominasi dibuat dan sebaiknya dilakukan ketika kondisi perekonomian dan inflasi stabil. Selanjutnya pemerintah Indonesia perlu mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak terjadi kebingungan dalam bertransaksi. Sosialisasi redenominasi rupiah ini penting dilakukan sejak dini dan terus menerus kepada masyarakat agar masyarakat memahami bahwa kebijakan redenominasi merupakan pengurangan nominal mata uang – bukan pemotongan nilai mata uang.
***
ADCO Law merupakan law firm Jakarta Indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.
Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya aspek regulasi, kami memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.