|

Diskresi sebagai Praktik Hukum bagi Pejabat Pemerintahan

Diskresi adalah

Diskresi adalah salah satu istilah hukum yang kerap dikenal secara akademis dan praktis. Diskresi diterapkan penguasa dalam hal ini pejabat pemerintah yang menyelenggarakan pemerintahan khususnya melaksanakan penyelenggaraan kepentingan umum. Agar dapat menjalankan tugas penyelenggaraan kesejahteraan umum, secara administratif penguasa memerlukan keleluasaan untuk dapat bertindak atas inisiatif dan kebijaksanaannya sendiri, terutama dalam penyelesaian persoalan genting yang timbul tiba-tiba (mendesak) dan/atau terhadap suatu hal yang aturannya belum ada atau belum jelas. Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut

A. Definisi Diskresi

Pada dasarnya menurut Kamus Hukum (2009:38), “Diskresi atau freies ermessen berarti kebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasi yang dihadapi menurut pendapatnya sendiri.” Sedangkan lebih lanjut, menurut Ridwan (dalam Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, 2009:80), “Diskresi sendiri diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang, atau tindakan yang dilakukan dengan mengutamakan pencapaian tujuan (doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid).” Hal ini dipertegas menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014) yang mengatur bahwa diskresi adalah keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, atau adanya stagnasi pemerintahan. Oleh karena itu diskresi digunakan terutama karena;

  1. kondisi darurat yang tidak memungkinkan untuk menerapkan ketentuan tertulis; 
  2. tidak ada atau belum ada peraturan yang mengaturnya; 
  3. sudah ada peraturannya namun redaksinya samar atau multitafsir

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya diskresi merupakan kebebasan bertindak atau kebebasan mengambil keputusan dari badan atau pejabat pemerintahan menurut pendapatnya sendiri sebagai pelengkap dari asas legalitas manakala hukum yang berlaku tidak mampu menyelesaikan permasalahan tertentu yang muncul secara tiba-tiba, bisa karena peraturannya memang tidak ada atau karena peraturan yang ada yang mengatur tentang sesuatu hal tidak jelas.

B. Konsekuensi Penggunaan Diskresi 

Konsekuensi logis dari adanya kewenangan diskresi adalah Pejabat Pemerintah diberi kewenangan droit function, yaitu kekuasaan untuk menafsirkan terhadap suatu peraturan perundang-undangan, namun bukan berarti pemerintah dapat berbuat sewenang-wenang. Pemerintah dilarang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat detournement de pouvoir (melakukan sesuatu diluar tujuan kewenangan yang diberikan) atau onrechtmatige overheidsdaad (perbuatan melawan hukum oleh penguasa). Sebab setiap perbuatan pemerintah yang merugikan warganya karena détournement de pouvoir atau onrechtmatige overheidsdaad dapat dituntut baik melalui peradilan administrasi negara maupun melalui peradilan umum.

Diskresi adalah

Baca Juga: Somasi adalah

C. Batas-Batas Penggunaan Diskresi

Pasal 24 UU 30/2014 mengatur bahwa terdapat batasan terhadap diskresi dimana pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi dalam mengambil keputusan wajib mempertimbangkan tujuan diskresi, peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar diskresi dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Dari rumusan tersebut terlihat bahwa rambu-rambu dalam penggunaan diskresi dan pembuatan kebijakan pemerintah berdasarkan Hukum Administrasi Negara diantaranya adalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas larangan penyalahgunaan wewenang (détournement de pouvoir) dan asas larangan sewenang-wenang (willekeur).

D. Tujuan Penggunaan Diskresi Adalah

Tujuan penggunaan diskresi oleh Pejabat Pemerintahan menurut UU 30/2014 diantaranya bertujuan untuk:

  1. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
  2. mengisi kekosongan hukum;
  3. memberikan kepastian hukum dan
  4. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Diskresi adalah

Baca Juga: Pledoi adalah

E. Penggunaan Kewenangan Diskresi 

Penggunaan kewenangan diskresi oleh Pejabat pemerintahan hanya dapat dilakukan dalam hal tertentu dimana peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak mengaturnya atau karena peraturan yang ada yang mengatur tentang sesuatu hal tidak jelas dan hal tersebut dilakukan dalam keadaan darurat/mendesak demi kepentingan umum yang telah ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Persoalan-persoalan penting yang mendesak, sekurang-kurangnya mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 

  1. Persoalan-persoalan yang muncul harus menyangkut kepentingan umum, yaitu, kepentingan bangsa dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyak/bersama, serta kepentingan pembangunan;
  2. Persoalan tersebut muncul secara tiba-tiba yang berada diluar rencana yang telah ditentukan; 
  3. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, peraturan perundang-undangan belum mengaturnya atau hanya mengatur secara umum, sehingga pejabat pemerintah mempunyai kebebasan untuk menyelesaikan atas inisiatif sendiri;
  4. Prosedurnya tidak dapat diselesaikan menurut prosedur administrasi yang normal, atau jika diselesaikan menurut prosedur administrasi yang normal justru kurang berhasil; 
  5. Jika persoalan tersebut tidak diselesaikan dengan cepat, maka akan menimbulkan kerugian bagi kepentingan umum.

Pejabat Pemerintahan atau Badan yang memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan diskresi adalah: 

  1. Presiden; 
  2. Para Menteri atau Pejabat setingkat Menteri; 
  3. Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut dan Udara; 
  4. Kepala Kepolisian Negara; 
  5. Ketua Komisi/Dewan dan Lembaga setara; 
  6. Gubernur; 
  7. Bupati dan Walikota; 
  8. Pejabat Eselon I di Pemerintah Pusat dan Provinsi; 
  9. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota;
  10. Pimpinan Badan. 

Serta pejabat operasional yang memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan diskresi karena tugasnya berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat, misalnya seperti; (1) Kepala resort Kepolisian Negara dan (2) Camat Selain jabatan-jabatan tersebut di atas. 

 

***

ADCO Law merupakan law firm Jakarta Indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.

 

Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya aspek regulasi, kami memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.

 

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami

 

ADCO Law

Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet

Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.

Phone : +6221 520 3034

Fax     : +6221 520 3035

Email : [email protected] 

 

Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari  ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.