Mendapat Panggilan oleh KPPU? Bagaimana Proses Beracara di KPPU?
Baru-baru ini, berdasarkan berita-berita secara daring, beberapa pelaku usaha minyak goreng dipanggil oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menjelaskan terkait dugaan adanya pelanggaran Undang-Undang 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999). Selain pelaku usaha minyak goreng, sebelumnya telah banyak para pelaku usaha yang dipanggil oleh tim penyelidik KPPU untuk menjelaskan mengenai keterlibatan dan/atau mengetahui adanya dugaan pelanggaran UU 5/1999. Kemudian sebenarnya bagaimana proses beracara di KPPU?
A. Proses Beracara di KPPU
Sebelum mengetahui proses beracara di KPPU, kita perlu mengetahui bahwa sumber perkara KPPU terbagi menjadi dua yaitu berdasarkan Laporan dan Inisiatif. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Komisi Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Peraturan KPPU 1/2019), setiap orang yang mengetahui atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang dapat melaporkan kepada Komisi. Sedangkan, Inisiatif dapat dilakukan Komisi untuk memeriksa pelaku usaha apabila ada dugaan pelanggaran Undang-Undang walaupun tanpa adanya laporan. Sebagai pelaku usaha yang telah melakukan kegiatan bisnis maka sangat memungkinkan akan dipanggil oleh KPPU terkait dengan dinamika yang terjadi di dalam dunia bisnis yang berpotensi melanggar UU 5/1999.
Apabila perkara tersebut telah lolos tahap laporan atau inisiatif, KPPU selanjutnya akan menentukan apakah pelaku usaha harus memasuki tahap penyidikan berdasarkan bukti-bukti yang telah dipenuhi. Dalam hal ini, KPPU akan memanggil pelaku usaha yang nantinya akan ditentukan statusnya sebagai Terlapor atau sebagai Saksi berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan. Setelah proses penyidikan berjalan dan ditemukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti, perkara dilanjutkan ke Sidang Komisi.
Komisioner yang bertindak sebagai Majelis Komisi kemudian memimpin persidangan untuk membuktikan apakah pelaku usaha telah melanggar UU 5/1999. Pada tahap ini, Terlapor sebagai pihak yang diduga melanggar UU 5/1999 dapat menghadirkan saksi dan ahli untuk membuktikan tidak bersalah. Proses persidangan Majelis Komisi tidak jauh berbeda dengan proses hukum perdata, namun di sini tim penyidik berkewajiban membuktikan dugaan pelanggaran 5/1999 di depan pengadilan.
Selanjutnya apabila Majelis Komisi telah memutuskan melalui Putusan Komisi bahwa Terlapor telah terbukti bersalah, Terlapor akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar minimal Rp. 1 Miliar (satu miliar Rupiah) sebagai denda dasar, dan maksimal 50% (lima puluh persen) dari keuntungan bersih yang diperoleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran UU 5/1999, atau denda 10% (sepuluh persen) dari total penjualan pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran UU 5/1999.
Namun perlu diketahui, Terlapor memiliki kesempatan mengajukan keberatan melalui Pengadilan Niaga untuk banding terhadap Putusan Komisi pada Sidang Majelis Komisi. Kemudian apabila pada tahap Pengadilan Niaga Terlapor tetap bersalah, pelaku usaha dapat mengajukan Kasasi di Mahkamah Agung untuk Kembali membuktikan bahwa Terlapor tidak bersalah. Akan tetapi, apabila Terlapor tetap bersalah pada tingkat Kasasi, maka Terlapor tersebut wajib membayar sanksi administratif berupa denda. Pada proses Kasasi jumlah denda dapat berubah lebih rendah atau lebih tinggi sehingga Terlapor harus benar-benar secara komprehensif membuktikan tidak adanya dugaan pelanggaran UU 5/1999 yang menimpanya.
Baca Juga: Somasi adalah
B. Pengenaan Sanksi berupa Denda
Sebagai informasi, tarif denda dalam pelanggaran persaingan usaha dikenakan berdasarkan putusan KPPU atau putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Denda ini wajib dibayar selambat-lambatnya pada saat jatuh tempo sesuai dengan peraturan perundang-undangan dimana Terlapor yang tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang terutang akan dikenakan sanksi denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah PNBP yang terhutang, yang harus dibayar paling lambat 24 (dua puluh empat) bulan.
Selama proses beracara di KPPU, pelaku usaha diperkenankan didampingi oleh Kuasa Hukum yang memiliki kemampuan pemahaman dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Dalam menjalani proses persaingan usaha, Kuasa Hukum dituntut juga memahami karakteristik pasar serta tuntutan yang diajukan oleh investigator terhadap dugaan pelanggaran UU 5/1999. Alhasil dengan pemahaman tersebut, maka pelaku usaha dapat membuktikan secara matang dan komprehensif untuk membantah dugaan pelanggaran tersebut. Secara umum, dalam menjalankan bisnis sejatinya pelaku usaha harus memperhatikan UU 5/1999 agar tetap melakukan kegiatan usaha sesuai dengan persaingan yang sehat.
***
ADCO Law merupakan law firm Jakarta Indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.
Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya aspek regulasi, kami memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.