Asuransi di Indonesia: Memperkuat Masa Depan untuk Pertumbuhan Indonesia

Bagikan ini:
A. Kerangka Hukum
Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) adalah entitas independen yang bebas dari campur tangan eksternal dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (“UU OJK”). Sejak 31 Desember 2012, OJK telah mengambil alih fungsi, tugas, dan kewenangan dari Kementerian Keuangan serta Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk mengatur dan mengawasi kegiatan keuangan di Pasar Modal, Asuransi, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Keuangan lainnya.
OJK adalah badan utama yang bertanggung jawab atas pengawasan dan regulasi sektor asuransi di Indonesia. Namun, OJK dapat menugaskan atau mendelegasikan kewenangannya kepada Asosiasi Usaha Perasuransian untuk mengawasi industri bisnis asuransi dalam situasi/aspek tertentu sebagai berikut:
Pengembangan kode etik dan pedoman perilaku.
- Penyusunan profil risiko dan tabel mortalitas.
- Pelaksanaan dan sertifikasi penunjukan agen.
Industri asuransi diatur oleh beberapa peraturan utama, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) (“UU Asuransi“).
- Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian (“PP 3/2020”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2019 tentang Perusahaan Asuransi Patungan.
- Peraturan OJK (“POJK”) Nomor 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi (“POJK 23/2015”).
- POJK Nomor 67/POJK.05/2016 tentang Perizinan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
- POJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (“POJK 69/2016”) sebagaimana telah diubah terakhir dengan POJK Nomor 4/POJK.05/2021.
- POJK Nomor 73/POJK.05/2016 juncto POJK Nomor 43/POJK.05/2019 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian.
- POJK Nomor 1/POJK.05/2018 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Patungan.
- Surat Edaran OJK Nomor 10/SEOJK.05/2018 tentang Permohonan Izin, Persetujuan, dan Pelaporan Elektronik untuk Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
- Surat Edaran OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI).
Berikut adalah sanksi yang dijatuhkan oleh OJK kepada perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan umum yang diatur dalam UU Asuransi:
- Peringatan tertulis.
- Pembatasan kegiatan usaha, baik sebagian maupun seluruhnya.
- Larangan memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah untuk lini bisnis tertentu.
- Pencabutan izin usaha.
- Pembatalan pernyataan pendaftaran Broker Asuransi, Broker Reasuransi, dan Agen Asuransi.
- Pembatalan pernyataan pendaftaran konsultan aktuaris, akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepada perusahaan asuransi.
- Pencabutan persetujuan lembaga mediasi atau asosiasi.
- Denda administratif.
- Larangan menjadi pemegang saham pengendali, pengendali, direktur, anggota dewan, atau posisi setara dalam badan hukum seperti koperasi atau usaha patungan, Dewan Pengawas Syariah, atau posisi eksekutif di bawah dewan direksi dalam badan hukum seperti koperasi atau usaha patungan di perusahaan asuransi.
Selain itu, OJK juga menetapkan beberapa sanksi khusus bagi perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan dalam berbagai peraturan pelaksana melalui POJK. Misalnya, POJK 23/2015 melarang penambahan klausul dalam polis asuransi yang dapat menyebabkan persepsi bahwa pemegang polis, pihak yang diasuransikan, atau peserta tidak dapat melakukan tindakan hukum, yang mengakibatkan penerimaan klaim secara paksa dan praktik penjualan yang salah oleh agen perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi yang terbukti melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi administratif seperti:
- Peringatan tertulis.
- Denda.
- Kewajiban bagi direksi atau posisi setara untuk menjalani penilaian ulang kompetensi.
- Pembatasan kegiatan usaha; dan/atau
- Pencabutan izin usaha.
Contoh lain dari sanksi dapat dilihat dari ketentuan kesehatan keuangan yang diatur dalam POJK Nomor 5 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi (“POJK 5/2023”). Sesuai dengan POJK 5/2023, perusahaan asuransi diwajibkan untuk, antara lain, memenuhi persyaratan tingkat kesehatan keuangan dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penempatan investasi. Jika gagal melakukannya, OJK dapat menjatuhkan sanksi sebagai berikut:
- Peringatan tertulis; dan/atau
- Pembatasan sebagian atau seluruh kegiatan usaha.

B. Perusahaan Asuransi
Berikut adalah jenis-jenis perusahaan asuransi yang diatur di yurisdiksi Indonesia:
Asuransi Konvensional
- Perusahaan Asuransi Umum Perusahaan ini memberikan kompensasi kepada pemegang polis atau pihak tertanggung atas kerugian, kerusakan, biaya yang ditimbulkan, hilangnya keuntungan, atau tanggung jawab kepada pihak ketiga yang mungkin timbul dari kejadian tidak pasti. Ini termasuk (i) Asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan diri, dan (ii) Reasuransi untuk risiko perusahaan asuransi umum lainnya.
- Perusahaan Asuransi Jiwa Perusahaan ini memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal kematian atau kelangsungan hidup, atau pembayaran lain yang dijadwalkan kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak, yang ditentukan berdasarkan perjanjian dan hasil pengelolaan dana, seperti anuitas, asuransi kesehatan, dan asuransi kecelakaan diri.
- Perusahaan Reasuransi Perusahaan ini umumnya menyediakan layanan reasuransi kepada penanggung, penyedia jaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya untuk menanggung risiko yang mereka hadapi.
Asuransi Syariah
Jenis asuransi ini beroperasi secara eksklusif berdasarkan prinsip-prinsip Syariah dan biasanya terdiri dari jenis-jenis berikut:
- Perusahaan Asuransi Umum Syariah
- Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah Termasuk anuitas berbasis prinsip Syariah, asuransi kesehatan berbasis prinsip Syariah, dan asuransi kecelakaan diri berbasis prinsip Syariah.
- Perusahaan Reasuransi Syariah
Broker Asuransi
- Perusahaan Pialang Asuransi Diizinkan untuk menawarkan jasa penempatan polis asuransi atau asuransi syariah, menangani penyelesaian klaim, dan bertindak atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta.
- Perusahaan Pialang Reasuransi Diizinkan untuk memberikan konsultasi dan layanan perantaraan dalam penempatan reasuransi atau reasuransi syariah, menangani penyelesaian klaim, bertindak atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, penyedia jaminan, penyedia jaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang terlibat dalam penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.
- Penilai Kerugian Asuransi Diizinkan untuk memberikan layanan penilaian klaim dan/atau konsultasi mengenai subjek asuransi.
Anak perusahaan asuransi asing diperbolehkan untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia. Menurut UU Asuransi, perusahaan asuransi dapat dimiliki oleh entitas hukum asing, dengan syarat bahwa perusahaan asuransi tersebut menjalankan lini bisnis yang serupa dengan perusahaan induk atau anak perusahaan perusahaan induk yang terlibat dalam bisnis asuransi sejenis.
PP 3/2020 memberikan klarifikasi tambahan mengenai batasan kepemilikan entitas hukum asing di perusahaan asuransi yang ingin menjalankan kegiatan usaha di Indonesia, seperti yang dirinci dalam Bagian B, Nomor 3 di bawah ini.
Menurut PP 3/2020, kepemilikan asing maksimum di perusahaan asuransi adalah 80% dari modal disetor perusahaan, dihitung secara kumulatif untuk semua bentuk kepemilikan. Pembatasan ini tidak berlaku bagi perusahaan asuransi yang merupakan Perusahaan Terbuka/Perseroan Terbuka.

C. Kontrak Asuransi
Kegiatan asuransi dan reasuransi yang umum di Indonesia meliputi layanan underwriting atau manajemen risiko, penilaian kembali risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi, layanan konsultasi asuransi, serta penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.
Selain itu, cakupan kegiatan asuransi meliputi asuransi jiwa dan fisik, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, properti dan layanan, serta kepentingan lain yang mungkin hilang, rusak, atau mengalami penurunan nilai.
- Kewajiban utama Penanggung:
- Menandatangani dan memberikan polis kepada tertanggung;
- Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi dibatalkan atau dinyatakan tidak sah, dengan syarat tertanggung tidak menanggung risiko sebagian atau seluruhnya;
- Khusus untuk asuransi kebakaran, penanggung berkewajiban mencairkan biaya yang diperlukan untuk membangun kembali sesuai dengan yang dijanjikan dalam polis asuransi.
- Kewajiban utama Tertanggung:
- Membayar premi kepada penanggung;
- Memberikan informasi yang akurat kepada penanggung mengenai objek yang dipertanggungkan;
- Mencegah atau mengambil langkah-langkah untuk menghindari kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan pada objek yang dipertanggungkan. Jika penanggung dapat membuktikan bahwa tertanggung tidak berupaya mencegah kejadian merugikan tersebut, penanggung dapat menggunakan alasan tersebut untuk tidak memberikan manfaat atau kompensasi, atau bahkan untuk menuntut kompensasi dari tertanggung.
Dalam polis asuransi, konsumen memperoleh perlindungan penting yang minimalnya meliputi:
- Cakupan selama periode keberlakuan polis;
- Penjelasan tentang manfaat yang dijanjikan oleh perusahaan asuransi;
- Prosedur pembayaran premi atau iuran;
- Jangka waktu atau masa tenggang pembayaran premi atau iuran;
- Penggunaan nilai tukar mata uang asing dalam polis asuransi jika pembayaran dan manfaat terkait dengan Rupiah Indonesia;
- Tanggal yang dianggap sebagai saat pembayaran premi atau iuran diterima;
- Kebijakan perusahaan mengenai keterlambatan pembayaran premi atau iuran;
- Periode tanpa penolakan untuk produk asuransi jangka panjang selama mana kontrak asuransi tidak dapat ditinjau oleh perusahaan asuransi;
- Tabel nilai tunai untuk produk asuransi yang memiliki nilai tunai dari perusahaan asuransi jiwa;
- Perhitungan dividen polis asuransi atau manfaat serupa untuk produk asuransi dari perusahaan asuransi jiwa yang menjanjikan dividen;
- Klausul terminasi untuk cakupan asuransi yang dapat dilakukan oleh perusahaan atau pemegang polis, tertanggung atau peserta, beserta syarat dan penyebabnya;
- Syarat dan prosedur untuk mengajukan klaim, termasuk bukti pendukung yang relevan dan diperlukan;
- Prosedur penyelesaian dan pembayaran klaim;
- Klausul penyelesaian sengketa, termasuk mekanisme penyelesaian sengketa di dalam dan di luar pengadilan dan pemilihan tempat penyelesaian sengketa;
- Bahasa referensi yang digunakan dalam kasus sengketa atau perbedaan pendapat dalam polis asuransi dicetak dalam 2 (dua) atau lebih bahasa.
Untuk polis asuransi syariah, beberapa cakupan lain juga harus disertakan, antara lain:
- Jenis kontrak yang akan digunakan dalam perjanjian asuransi.
- Hak, kewajiban, dan wewenang masing-masing pihak berdasarkan kontrak yang disepakati.
- Jumlah iuran yang akan dialokasikan ke dana tabarru’, ujrah, dan dana investasi.
- Jumlah, waktu, dan metode pembagian keuntungan untuk investasi jika produk asuransi menggunakan kontrak mudharabah atau mudharabah musytarakah.
- Pengalokasian surplus underwriting untuk dana tabarru’, dana peserta, dan/atau dana perusahaan.
- Penyediaan qardh (pinjaman tanpa bunga) oleh perusahaan jika dana tabarru’ tidak mencukupi untuk membayar manfaat asuransi.

D. Klaim
Undang-Undang Asuransi mengharuskan perusahaan asuransi untuk menangani klaim melalui proses yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil. Periode pembayaran klaim atau manfaat ditentukan dalam polis asuransi, yang dimulai paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak adanya kesepakatan antara pemegang polis, tertanggung, atau peserta dan perusahaan asuransi.
OJK menyediakan langkah-langkah dan prosedur dasar berikut untuk mengajukan klaim asuransi:
- Kejadian yang menyebabkan kerugian finansial
Kejadian yang menyebabkan kerugian finansial harus sesuai dengan kompensasi atau manfaat yang tercantum dalam polis asuransi. - Melaporkan klaim kepada perusahaan asuransi
Klaim dapat diajukan melalui aplikasi yang disediakan atau dengan menghubungi pusat kontak resmi perusahaan asuransi melalui SMS, email, atau telepon. Secara praktis, di Indonesia, pelanggan juga akan melaporkan kepada agen asuransi yang menangani asuransi mereka, untuk memungkinkan agen membantu dalam proses klaim. - Penanggung akan meminta dokumentasi yang diperlukan
Dokumentasi yang diperlukan termasuk pernyataan tertulis dan dokumen lain yang diperlukan, seperti:- Polis asuransi;
- Rincian kerugian;
- Foto, dan;
- Bukti pendukung lainnya. Dokumen yang lengkap akan memfasilitasi proses klaim yang lancar.
- Penanggung menilai klaim yang diajukan Setelah klaim dinilai dan disetujui, pemegang polis akan menerima kompensasi untuk klaim sesuai dengan nilai kerugian yang disepakati dalam perjanjian atau polis.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Indonesia, setelah seseorang meninggal, ahli waris akan memperoleh hak kepemilikan atas aset yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal tersebut. Ahli waris juga dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh warisan dari individu yang memiliki warisan tersebut.
Oleh karena itu, dalam asuransi jiwa, ahli waris yang sah dari pemegang polis atau tertanggung yang meninggal (penerima manfaat) dapat mengajukan klaim manfaat asuransi, dengan syarat penyebab kematian tercakup dalam polis. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memberikan panduan praktis mengenai prosedur klaim asuransi jiwa:
- Perusahaan asuransi menerima klaim paling lambat 90 hari atau 3 bulan setelah kematian pemegang polis.
- Pemohon klaim harus melengkapi formulir klaim yang disediakan oleh perusahaan asuransi dan menyediakan dokumen pendukung, yang umumnya mencakup:
- Salinan asli polis asuransi;
- Formulir klaim kematian yang diisi oleh penerima manfaat (pihak ketiga);
- Surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh dokter;
- Sertifikat Kematian yang sah dari otoritas pemerintah yang relevan;
- Dalam kasus kematian akibat kecelakaan, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari kepolisian harus dilampirkan;
- Jika tertanggung meninggal di rumah tanpa pengawasan medis, kronologi peristiwa yang mengarah pada kematian, yang ditandatangani oleh ahli waris, harus disediakan;
- Salinan hasil pemeriksaan medis yang sebelumnya dilakukan oleh tertanggung;
- Dokumen lain yang diperlukan, sesuai yang ditentukan oleh penanggung.
- Penanggung akan memverifikasi dokumen yang diajukan dan memutuskan mengenai klaim.
Berikut adalah beberapa alasan yang dijelaskan dalam POJK 69/2016 yang dapat menyebabkan penolakan klaim oleh perusahaan asuransi:
- Risiko tidak tercakup dalam polis asuransi atau perjanjian reasuransi;
- Perusahaan asuransi tidak menerima pembayaran premi dalam jangka waktu maksimum 1 (satu) hari kerja setelah habisnya batas waktu yang ditentukan dalam polis. Akibatnya, dalam keadaan ini, perusahaan asuransi tidak bertanggung jawab atas penyelesaian klaim atau manfaat yang timbul.
Menurut OJK, beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan oleh perusahaan asuransi dalam menangani klaim polis:
- Pemahaman yang Baik tentang Polis Asuransi: Melalui bantuan agen asuransi, perusahaan asuransi harus memastikan bahwa pemegang polis memahami sepenuhnya objek dan peristiwa apa saja yang dicakup dalam polis asuransi karena hanya objek dan peristiwa yang terdaftar dalam polis asuransi yang dapat diasuransikan.
- Kebijakan yang Aktif Penting: Kebijakan asuransi yang tidak aktif yang telah kedaluwarsa atau dalam masa tenggang karena pembayaran premi terlambat bisa mengakibatkan penolakan klaim.
- Kesadaran Periode Tunggu: Perusahaan asuransi seharusnya menolak klaim yang diajukan selama periode tunggu. Banyak pemegang polis cenderung mengajukan klaim terlalu dini.
- Dokumentasi Lengkap: Perusahaan asuransi akan menolak klaim yang diajukan tanpa dokumen lengkap.
- Kepercayaan adalah Hal Penting: Perusahaan asuransi harus menjaga kejujuran dan transparansi, mulai dari tawaran dan penjelasan hingga proses penanganan klaim asuransi. Menjaga kepercayaan adalah kunci dalam menjalankan kegiatan bisnis asuransi.
Bagikan ini:
Sebagai anggota bangga dari Alliott Global Alliance, ADCO Law telah merilis set pertama Panduan Perbandingan Asuransi. Panduan kami terdiri dari pemeriksaan mendalam tentang tiga yurisdiksi yang berbeda: Indonesia, Filipina, dan Jepang.
Dari jenis perusahaan asuransi yang tersedia dan kerangka hukum hingga regulasi yang mengatur kontrak dan klaim asuransi, kami ingin memberikan wawasan berharga tentang bagaimana pendekatan yang berbeda terhadap regulasi asuransi dapat mempengaruhi bisnis dan lanskap ekonomi secara keseluruhan.
Penulis:

Alexandra Gerungan
Senior Partner, ADCO Law
alexandra.gerungan@adcolaw.com

Adinda Kartika Putri
Associate, ADCO Law
adinda.kartika@adcolaw.com
Disclaimer: The following article is intended for general informational purposes only and should not be interpreted as legal advice by ADCO Law, SKY Law, and Spring Partners, proud members of the Alliott Global Alliance (AGA). The viewpoints expressed herein do not represent the official legal stance of any of these firms. Consequently, the firms cannot be held accountable for any actions taken by individuals who use this article for purposes other than those for which it is intended.
For more information about AGA, please visit https://www.alliottglobal.com/
© 2023 ADCO Law. All Rights Reserved.