Central Bank Digital Currency (CBDC): Masa Depan Uang?

Fenomena digitalisasi dan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) membuat aset kripto tumbuh cepat seiring pertumbuhan ekonomi yang turun tajam, diikuti kebijakan moneter dan fiskal longgar yang terjadi secara merata di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Aset kripto memiliki potensi untuk mengembangkan inklusi dan efisiensi sistem keuangan, namun di sisi lain juga berpotensi menimbulkan sumber risiko baru yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, moneter, dan sistem keuangan. Peningkatan minat masyarakat pada aset kripto membuat industri perbankan konvensional berjuang untuk mengendalikan aset kripto yang semakin populer. Ketidakmampuan bank sentral atau otoritas pusat untuk mempengaruhi serta aset kripto membuahkan ide baru. Ide tersebut adalah membuat mata uang resmi dalam versi aset kripto yang dikenal dengan Central Bank Digital Currency (CBDC). Artikel ini akan mengulas lebih lanjut.
A. CBDC Secara Umum
Secara definisi, menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, CBDC merupakan sebuah representasi digital dari uang yang menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency. CBDC ini diterbitkan oleh bank sentral dan menjadi bagian dari kewajiban moneternya. Saat ini, bank sentral memiliki kewajiban moneter berupa uang kartal (uang kertas dan uang logam) yang dipergunakan oleh masyarakat sebagai alat pembayaran yang sah, dan rekening giro. Saat ini mayoritas bank sentral di berbagai dunia telah mulai melakukan tahapan riset dan percobaan masuk ke uang digital sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing. Beberapa bank sentral yang telah memulai penelitian CBDC adalah Bank of England (BOE). BOE merupakan pelopor yang memulai proposal CBDC yang kemudian diikuti oleh People’s Bank of China (PBoC), Bank of Canada (BoC), bank sentral Uruguay, Thailand, Venezuela, Swedia, Korea Selatan, dan Singapura.
Sampai saat ini terdapat 10 (sepuluh) negara yang sudah meluncurkan uang digital bank sentralnya. Sembilan di antaranya adalah negara-negara kepulauan di Laut Karibia yakni; Jamaika, Bahama, Grenada, Antigua dan Barbuda, Saint Kitts dan Nevis, Montserrat, Saint Vincent dan Grenadines, Republik Dominika, dan Saint Lucia. Sementara satu negara lainnya, Nigeria, negara dengan ekonomi terbesar di Benua Afrika yang meluncurkan CBDC pada Oktober 2021. Motivasi bank sentral untuk penerbitan CBDC dari berbagai negara berbeda-beda. Untuk di negara-negara maju, penerbitan CBDC didorong oleh kebutuhan untuk mendukung keamanan pembayaran dan stabilitas keuangan, memitigasi private digital currency dan merespon penggunaan uang kartal menjadi key driver utama negara-negara tersebut dalam melakukan eksplorasi. Sementara bagi negara-negara berkembang, penerbitan CBDC dipengaruhi faktor untuk memperoleh efisiensi sistem pembayaran domestik dan keuangan inklusif serta memitigasi shadow banking.
Baca Juga: Apa itu Petitum?
Menurut The Economist, CBDC dapat dianggap sebagai versi digital dari uang tunai fisik yang diterbitkan bank sentral. CBDC memiliki kemiripan seperti dompet digital yang dijalankan industri financial technology namun uang dalam bentuk CBDC memiliki nilai yang setara dengan setoran atau simpanan di bank sentral. CBDC adalah suatu bentuk adanya pergeseran transaksi harian masyarakat semakin bergantung pada dompet digital swasta alih-alih bank sentral. Melalui CBDC, bank sentral dapat semakin menguatkan posisinya dalam alat pembayaran termasuk dalam versi digital sekalipun. Di suatu negara penerbitan CBDC membutuhkan 3 (tiga) pre-requisite yang harus ada di suatu negara diantaranya:
- Desain CBDC yang tidak mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan;
- Desain CBDC yang bersifat Integrated, interconnected, and Interoperable dengan infrastruktur FMI-Sistem Pembayaran; dan
- Pentingnya teknologi yang digunakan pada tahap eksperimen untuk memahami bagaimana CBDC dapat diimplementasikan (DLT-Blockchain dan non-DLT).
B. Jenis – Jenis CBDC
Ditinjau dari aspek akses dan penggunaannya, menurut Official Monetary and Financial Institutions, CBDC dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu wholesale dan retail CBDC. Sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut.
Wholesale CBDC | Retail CBDC |
CBDC yang diterbitkan seperti uang tunai dalam bentuk elektronik untuk kebutuhan transaksi masyarakat dan bisnis pada umumnya yang dapat diakses baik secara langsung maupun tidak langsung melalui financial intermediaries kepada end-user (masyarakat dan merchant). | Penggunaan CBDC terbatas oleh institusi tertentu dalam pasar antar bank seperti bank dan lembaga keuangan lainnya |
Baca Juga: Kodifikasi hukum adalah
C. Eksistensi CBDC di Indonesia
Di Indonesia, menurut Gubernur Bank Indonesia, bank sentral yakni Bank Indonesia telah menempuh hal-hal yang berkaitan dengan CBDC ini diantaranya:
- Bank Indonesia baru melakukan kajian atau white paper sampai di akhir tahun 2022 mengenai aturan serta melihat potensi dan manfaat uang digital dikaitkan dengan kondisi di Indonesia dimana hal ini akan berimplikasi kepada perbedaan desain dan arsitektur CBDC yang akan dipilih beserta mitigasi risikonya; serta
- Bank Indonesia berkoordinasi dengan bank sentral lain termasuk melalui forum internasional untuk bertukar pandangan terkait pendalaman penerbitan CBDC tersebut. Bank Indonesia akan menerbitkan CBDC sebagai alat pembayaran yang sah dengan konsep wholesale CBDC. Melalui konsep ini Bank Indonesia akan mendistribusikan CBDC kepada pelaku keuangan seperti perbankan dan perusahaan jasa pembayaran kelompok besar sehingga mereka akan memiliki rekening di Bank Indonesia untuk dapat menjadi penyalur digital rupiah seperti rekening pada peredaran mata uang kertas.
Kajian penerbitan CBDC yang dilakukan oleh Bank Indonesia didasari dengan enam tujuan diantaranya:
- Menyediakan alat pembayaran digital yang risk-free menggunakan central bank money
- Memitigasi risiko non-sovereign digital currency
- Memperluas efisiensi dan ketahapan sistem pembayaran, termasuk cross border
- Memperluas dan mempercepat inklusi keuangan
- Menyediakan instrumen kebijakan moneter baru
- Memfasilitasi distribusi fiscal subsidy
Dengan adanya pembentukan CBDC oleh Bank Indonesia, diharapkan dapat membantu para pelaku industri yang berkecimpung di ekonomi digital. Terutama untuk meningkatkan literasi penggunaan internet, literasi keuangan digital, ataupun literasi teknologi blockchain yang memiliki banyak manfaat.
***
ADCO Law mendapatkan kepercayaan untuk mewakili klien dari perusahaan multinasional hingga entitas-entitas baru di berbagai industri untuk mencapai tujuan bisnis mereka di Indonesia.
ADCO Law sebagai Law Firm Jakarta membantu klien untuk menyusun, mengatur dan mengimplementasikan usaha bisnis dan investasi mereka, termasuk penataan, pembiayaan, dan mengamankan investasi serta mendirikan perusahaan asing baru di Indonesia.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.