Mengenal Klausula Baku dalam Perjanjian Baku
Apa itu Klausula Baku?
Kamus Hukum Kontemporer mendifiniskan klausula baku sebagai setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mendefinisikan Klausula Baku sebagai aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Klausula baku kemudian akan melahirkan yang namanya Perjanjian Baku, yakni perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha untuk diterima atau ditolak dan memuat klausula baku terkait isi, bentuk, proses pembuatan yang digunakan untuk menawarkan produk dan/atau layanan kepada konsumen secara massal. Perlaksanaan perjanjian ini biasanya bergerak bebas dalam bidang perbankan khususnya dalam hal kredit bank.
Adapun yang menjadi karakteristik klausula baku adalah sebagai berikut:
- Perjanjian dibuat secara sepihak oleh mereka yang posisinya relative lebih kuat dibanding konsumen
- Konsumen dama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian yang berupa klausula baku
- Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal
- Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh factor kebutuhan.
Fungsi Klausula Baku
Klausula baku umumnya digunakan dalam kontrak B2C atau Business to Consumer. Klausula baku dalam suatu perjanjian muncul dari kebutuhan para pelaku usaha bahwa dalam suatu hubungan bisnis membutuhkan akta perjanjian yang cukup rumit dan menghabiskan banyak biaya serta waktu. Sehingga, dengan adanya klausula baku diharapkan dapat memangkas biaya operasional yang dibutuhkan dan mempersingkat waktu. Dalam hal ini, pihak yang berkedudukan lemah cenderung hanya menerima dan menandatangani isi perjanjian karena dia tidak memiliki daya tawar untuk menambah, mengurangi atau bahkan mengubah isi perjanjian tersebut, dimana hal ini tentu lebih menguntangkan pihak pengusaha. Bahkan apabila digunakan secara tidak benar, perjanjian ini berpotensi menipu konsumen.
Klausula baku biasanya digunakan dalam untuk memperjelas hubungan kerja sama dan beberapa poin penting seperti upaya penyelesaian sengketa, masalah pembayaran, klaim asuransi hingga terkait dengan ganti rugi permasalahan. Klausula baku banyak digunakan oleh pelaku usaha karena manfaatnya dan isinya hanya ditentukan sendiri sehingga tidak terjadi ketimpangan antara kepentingan konsumen dengan kepentingan pelaku usaha.
Baca Juga: Hukum Internasional adalah
Kedudukan Klausula Baku dalam Hukum di Indonesia
Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan telah memberikan ruang kepada pihak yang terlibat dalam perjanjian untuk membentuk dan menentukan isi dari perjanjian yang akan dilakukan. Namun, dalam penerapannya terjadi beberapa persoalan yang sering dialami, salah satunya adalah adanya perjanjian baku yang didalamnya memuat klausula baku. Undang-Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa:
“Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.”
Berangkat dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam klausula baku yang dibuat terdapat keharusan yang harus dilakukan oleh suatu pihak dalam rangka pemenuhan atas isi dalam suatu perjanjian. Pasalnya, suatu perjanjian dianggap terjadi setelah adanya kesepakatan di antara para pihak karena adanya proses tawar menawar. Melalui proses tawar menawar inilah pra pihak akan mengetahui hak dan kewajiban yang akan dituangkan dalam isi perjanjian.
Namun, dalam implementasinya Perjanjian Baku yang memuat Klausula Baku ini menimbulkan kontroversi. Terdapat dua pandangan berbeda terkait dengan eksistensi Perjanjian Baku ini. Sebagian orang menganggap bahwa Perjanjian Baku ini melanggar Asas Perjanjian yakni Asas Kebebasan Berkontrak, karena pihak konsumen dalam hal ini hanya diberikan kebebasan dalam hal membuat perjanjian, dengan siapa membuat perjanjian, tanpa diberi kebebasan dalam menentukkan apa yang akan menjadi isi (hak dan kewajiban) dalam perjanjian tersebut karena hal tersebut telah terlebih dahulu dilakukan oleh pihak pengusaha. Namun sebagian orang lainnya menanggap Perjanjian Baku ini sah-sah saja dilakukan dan tidak melanggar Asas Kebebasan Berkontrak dengan alas an dalam hal ini konsumen telah diberikan kebebasan untuk menolak atau menerima perjanjian yang telah ditawarkan tersebut. Disamping itu, Undang-Undang Indonesia telah mengatur ketentuan mengenai Perjanjian Baku ini, tepatnya dalam Penjelasan Pasal 22 ayat (1) POJK no. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan menyatakan:
“Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan memuat klausula baku tentang isi, bentuk, maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk menawarkan produk dan/atau layanan kepada Konsumen secara massal ”
Pasal 21 POJK 1/2013 juga menyatakan:
“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan Konsumen.”
Berdasarkan pasal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Perjanjian Baku dapat dilaksanakan selama perjanjian tersebut telah memenuhi memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan konsumen serta tidak mencantumkan klausula baku yang dilarang menurut UU Perlindungan Konsumen sebagaimana akan disebutkan di bawah.
Baca Juga: Addendum adalah
Hal yang Dimuat dalam Klausula Baku
Ketentuan terkait klausula baku diatur dalam BAB V Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip perjanjian kebebasan berkontrak, ketentuan tentang klausula baku tersebut termasuk ke dalam kegiatan transaksi penjualan baran dan/atau jasa. Adapun yang menjadi larangan dalam klausula baku dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:
- Pengalihan tanggungjawab pelaku usaha; dan/atau
- Penolakan pengembalian barang/uang yang sudah dibayar; dan/atau
- Konsumen tunduk pada aturan baru, perubahan, dan lanjutan; dan/atau
- Kuasa melakukan tindakan sepihak terhadap barang anngsuran; dan/atau
- Mengurangi manfaat/ harta kekayaan konsumen; dan/atau
- Perihal pembuktian konsumen.
***
Tentang ADCO Law:
ADCO Law adalah law firm jakarta yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri. Berpengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya soal aspek regulasi, kami juga memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.
Dari Hulu ke Hilir, Kami Memahami Industri Anda. Dalam setiap transaksi, kami secara aktif berkolaborasi dengan ahli keuangan, pajak, lingkungan hidup, akuntan, dan firma hukum dari berbagai yurisdiksi untuk memberikan nilai tambah bagi klien kami. Memiliki hubungan yang kuat dengan lembaga Pemerintah, regulator, asosiasi, dan para pemangku kepentingan membawa kami memiliki pandangan menyeluruh terkait satu isu hukum.
ADCO Law merupakan anggota perwakilan Alliott Global Alliance (AGA) di Indonesia. Didirikan pada tahun 1979, AGA adalah salah satu aliansi multidisiplin global terbesar dengan jumlah 215 firma anggota di 95 negara.
Sebagai firma hukum, kami berkomitmen pada regenerasi. Talenta terbaik dari beberapa Universitas di Indonesia, maupun luar negeri, melengkapi formasi lawyer kami agar senantiasa relevan dengan perkembangan dan tantangan industri.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Alvin Mediadi, Business Development Manager, Indonesia
+628 57 234 89625, [email protected]
Maulidza Oemar, Public Relations, Indonesia
+62 877-7528-1922, [email protected]