Social Commerce: Dampak Strategi Penetapan Harga terhadap Persaingan Bisnis dan Regulasi
Kenaikan pesat dalam social commerce telah secara signifikan mengubah lanskap pasar di Indonesia, dengan sebuah platform terkemuka muncul sebagai pemain kunci. Strategi platform ini yang menawarkan produk dengan harga jauh lebih rendah dibandingkan dengan pengecer tradisional dan online menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan praktik penetapan harga predator yang bertujuan untuk merusak persaingan. Artikel ini mengeksplorasi bagaimana strategi penetapan harga ini mempengaruhi dinamika pasar, terutama berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”). Selain itu, artikel ini juga mempertimbangkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 (“Permendag 31/2023“) yang memberikan pedoman lebih lanjut mengenai regulasi perdagangan elektronik, termasuk platform social commerce, dan memastikan persaingan yang adil. Dengan meningkatnya pengawasan, pertanyaannya adalah apakah strategi harga ini merupakan strategi kompetitif atau indikasi dari praktik bisnis yang tidak adil.
Social commerce, yaitu integrasi media sosial dengan e-commerce, telah mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan TikTok Shop muncul sebagai contoh penting. Platform social commerce terkemuka ini telah mendapatkan perhatian di Indonesia baru-baru ini, menawarkan perpaduan inovatif antara hiburan dan belanja melalui platformnya. Seiring dengan pergeseran konsumen dari retail konvensional dan e-commerce ke platform social commerce, didorong oleh harga yang kompetitif dan fitur menarik, muncul pertanyaan tentang sifat strategi harga ini. Apakah pergeseran ini menunjukkan bahwa platform social commerce terlibat dalam penetapan harga predator? Artikel ini akan mengeksplorasi isu ini dengan memeriksa kebangkitan social commerce di Indonesia, dampaknya terhadap industri domestik, dan mengevaluasinya melalui perspektif Permendag No. 31/2023.
Baca Juga: Memahami Persaingan Usaha : Hukum Persaingan Usaha, KPPU, dan Contoh
Popularitas Platform Social commerce Terdepan di Indonesia
Sebuah platform social commerce terkemuka telah dengan cepat menjadi dominan di Indonesia dengan menggabungkan hiburan dan belanja secara mulus. Keberhasilan luar biasa ini ditunjukkan oleh basis pengguna yang mengesankan mendekati 100 juta dan pertumbuhan transaksi bulanan yang signifikan.1 Kenaikan platform ini dapat dikaitkan dengan beberapa faktor kunci. Algoritma canggih menyajikan konten yang sangat personal, sementara strategi pemasaran yang efektif dan integrasi dengan fitur media sosial yang menarik meningkatkan daya tariknya.2 Selain itu, antarmuka yang ramah pengguna dan aksesibilitas keseluruhan sangat penting untuk adopsi yang luas. Aspek penting dari kesuksesan platform ini adalah harga yang kompetitif; platform ini sering menawarkan produk dengan harga lebih rendah daripada situs e-commerce lainnya, disertai dengan promosi dan diskon yang luas.3Perpaduan antara keterjangkauan dan kenyamanan ini telah memperkuat posisinya sebagai pilihan favorit di antara konsumen Indonesia, mendorong pertumbuhannya yang cepat dan prominensinya di pasar.
Social commerce dan Gangguan Pasar
Alasan Konsumen Indonesia Berbelanja Online di TikTok Shop
(Sumber: databoks)
Kemunculan social commerce di Indonesia telah secara signifikan mempengaruhi dinamika pasar e-commerce. Platform yang telah berdiri lebih dari satu dekade, seperti Lazada dan pemain populer seperti Shopee, mengalami pergeseran posisi pasar mereka akibat kenaikan social commerce. Ciri khas dari model ini adalah penawaran produk dengan harga yang jauh lebih rendah.
Kesenjangan harga yang mencolok ini menimbulkan kekhawatiran tentang apakah platform-platform ini terlibat dalam penetapan harga predator—strategi di mana harga yang sangat rendah digunakan untuk merusak atau menghilangkan pesaing pasar.4 Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi dan UKM telah menyatakan kekhawatiran bahwa harga rendah di TikTok Shop bukan hanya hasil dari efisiensi atau diskon, melainkan bagian dari strategi untuk mendominasi pasar. Misalnya, pengamatan terbaru dari Kementerian Perdagangan menyoroti bahwa platform online sering menawarkan barang dengan harga jauh lebih murah daripada di toko fisik. Sebagai contoh lokal, produk kecantikan, seperti bedak yang diproduksi secara lokal dengan harga IDR 22.000 per unit di toko fisik, tersedia secara online seharga IDR 15.000, termasuk biaya pengiriman.5 Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pasar dapat rentan terhadap praktik bisnis yang tidak sehat, mengancam stabilitas pasar dalam jangka panjang.
UKM dan bisnis lokal, terutama yang mengandalkan toko fisik, melaporkan penurunan pendapatan yang signifikan. Misalnya, pedagang di Pasar Tanah Abang mencatat bahwa produk-produk berharga rendah sebagian besar adalah barang impor, sehingga menyulitkan UKM konvensional dan toko fisik untuk bersaing. Modal yang substansial diperlukan oleh bisnis konvensional membuat mereka rentan terhadap kerugian atau kebangkrutan akibat praktik penetapan harga predator ini.6 Dalam jangka panjang, dominasi satu platform besar dapat berpotensi mengganggu ekosistem bisnis yang adil dan seimbang.
Baca Juga: Memahami Persaingan Usaha : Hukum Persaingan Usaha, KPPU, dan Contoh
Permendag 31/2023: Mengatur Social commerce dan Memastikan Persaingan yang Adil
Menanggapi tantangan baru dalam mengatur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“PMSE“) akibat kenaikan social commerce, Indonesia memperkenalkan Permendag 31/2023. Regulasi ini menggantikan Permendag Nomor 50 Tahun 2020 dan bertujuan untuk memperjelas dan memperkuat aturan terkait PMSE, termasuk social commerce seperti TikTok Shop, dengan fokus pada pencegahan praktik persaingan tidak sehat seperti penetapan harga predator.
Kewajiban dan Larangan untuk Social commerce
Permendag 31/2023 mengatur beberapa kewajiban dan larangan untuk operator social commerce, termasuk:
- Kewajiban Perizinan: Platform social commerce harus memiliki izin usaha sesuai dengan peraturan yang berlaku. Izin tersebut harus diperoleh melalui sistem OSS (Online Single Submission) dan memenuhi standar pemerintah.7
- Standarisasi dan Pengawasan: Produk yang dijual melalui social commerce harus memenuhi standar Indonesia untuk barang dan/atau jasa, termasuk nomor pendaftaran, nomor sertifikasi halal, nomor pendaftaran keamanan produk, dan izin atau sertifikat relevan lainnya.8
- Larangan Manipulasi Harga dan Persaingan Tidak Sehat: Dalam pelaksanaan PMSE, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (“PPMSE”) diharuskan untuk secara aktif memastikan bahwa harga barang dan/atau jasa bebas dari praktik manipulasi harga, baik langsung maupun tidak langsung.9
- Larangan Memfasilitasi Transaksi Pembayaran: MOTR 31/2023 secara eksplisit melarang platform social commerce dari memfasilitasi transaksi pembayaran untuk barang dan jasa dalam sistem elektronik mereka. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah platform social commerce berfungsi sebagai pasar ganda dan mengganggu pasar konvensional.10
Sanksi dan Hukuman untuk Praktik Bisnis Tidak Sehat
Sanksi Berdasarkan Permendag 31/2023:11
- Peringatan tertulis;
- Pemasukan dalam daftar pemantauan prioritas;
- Blacklisting;
- enangguhan sementara layanan PPMSE domestik dan/atau asing oleh otoritas terkait; dan/atau;
- Pencabutan izin usaha.
Sebelum diberlakukannya Permendag 31/2023, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU“) telah menetapkan sanksi untuk pelaku usaha yang melakukan praktik penetapan harga predator berdasarkan UU 5/1999. Sanksi yang dikenakan kepada pelaku usaha yang melanggar UU 5/1999, termasuk praktik penetapan harga predator, berupa denda dengan ketentuan sebagai berikut:12
- denda maksimum sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba bersih yang diperoleh pelaku usaha di Pasar Terkait selama periode pelanggaran; atau
- denda maksimum sebesar 10% (sepuluh persen) dari total penjualan di Pasar Terkait selama periode pelanggaran.
Baca Juga: Whistleblower di Indonesia: Panduan Komprehensif
Apakah Penetapan Harga Social commerce Dapat Mengganggu Persaingan yang Adil?
Dengan adanya regulasi terbaru di bawah Permendag 31/2023, pengawasan terhadap platform social commerce menjadi lebih ketat. Meskipun regulasi baru bertujuan untuk mencegah praktik seperti penetapan harga predator, pertanyaan tetap ada apakah beberapa platform terlibat dalam strategi semacam itu.
Menurut Undang-Undang Persaingan Usaha Indonesia, penetapan harga predator melibatkan penetapan harga yang sangat rendah untuk menghilangkan pesaing dan menciptakan monopoli pasar. KPPU sedang menyelidiki praktik ini di sektor social commerce, tetapi belum ada kesimpulan akhir. Pertanyaan penting yang masih ada adalah: Apakah strategi harga rendah yang diamati merupakan indikasi penetapan harga predator, atau sekadar fitur dari dinamika pasar yang kompetitif?
Di tengah perkembangan ini, KPPU baru-baru ini berinteraksi dengan perwakilan dari platform social commerce terkemuka. Interaksi ini fokus pada menangani kekhawatiran terkait praktik penetapan harga, peran platform dalam mendukung produk lokal, dan pertumbuhan UKM di Indonesia. Diskusi bertujuan untuk membantah kesalahpahaman publik dan memberikan transparansi lebih besar tentang operasi platform. Seiring berjalannya penyelidikan, temuan ini kemungkinan akan mempengaruhi langkah-langkah regulasi dan pertimbangan hukum di masa depan untuk social commerce di Indonesia.13
Untuk pembaruan berkala dan konsultasi ahli mengenai isu yang terus berkembang ini, silakan hubungi kami di ADCO Law.
***
ADCO Law adalah law firm jakarta,indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.
Berpengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya soal aspek regulasi, kami juga memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.