|

Upaya Hukum Terhadap Penjamin Pribadi berdasarkan KUHPerdata dan UU Kepailitan & PKPU

Personal Guarantor

A. Penjamin Pribadi

Penjamin Pribadi merupakan jaminan perorangan terhadap suatu utang debitor yang pengaturannya diatur dalam Pasal 1820-1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal 1820 KUHPerdata, Jaminan perorangan (borgtocht atau personal guarantee) adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini tidak memenuhinya. Menurut Subekti Jaminan Perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang Kreditor dengan orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitor.

Penjamin Pribadi dalam menjadikan dirinya sebagai Jaminan bagi Utang Debitor kepada Kreditor dapat dituangkan dalam Akta Perjanjian Jaminan Pribadi (Personal Guarantee) dengan melepaskan Hak Istimewanya sebagai Jaminan bagi Kreditor. Hak Istimewa dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal  1131 dan Pasal 1134. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU 37/2004) disebutkan dalam Pasal  114, Pasal 168, Pasal 169, Pasal 189, Pasal 199.

Jaminan perorangan merupakan suatu perjanjian accesoir. Kedudukan jaminan perorangan harus dikaitkan dengan perjanjian pokok.  Keterkaitan antara jaminan perorangan dengan perjanjian pokok antara lain:

  1. Tidak ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah;
  2. Besarnya penanggungan tidak akan melebihi besarnya perutangan pokok;
  3. Penanggung berhak mengajukan tangkisan-tangkisan yang bersangkutan dengan utang pokok;
  4. Beban pembuktian yang tertuju pada si berutang dalam batas-batas tertentu mengikat juga si penanggung;
  5. Penanggungan pada umumnya akan hapus dengan hapusnya perutangan pokok.

Akibat dari kedudukan jaminan perorangan sebagai perjanjian accesoir akan memperoleh akibat hukum yaitu:

  1. Perjanjian penanggungan bergantung pada perjanjian pokok;
  2. Perjanjian penanggungan batal apabila perjanjian pokok batal;
  3. Perjanjian penanggungan hapus apabila perjanjian pokok hapus;
  4. Perjanjian penanggungan atau perjanjian accesoir yang melekat pada perjanjian pokok ikut beralih, ketika perjanjian pokok dialihkan.

Menurut J. Satrio dalam buku Hukum Jaminan, Hak Jaminan Pribadi: Tentang Perjanjian Penanggungan dan Perikatan Tanggung Menanggung, unsur-unsur perumusan Pasal 1820 KUH Perdata yang harus diperhatikan yaitu:

  1. Penanggungan merupakan suatu perjanjian;
  2. Borg adalah pihak ketiga;
  3. Penanggungan diberikan demi kepentingan kreditor;
  4. Borg mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, kalau debitur wanprestasi;
  5. Ada perjanjian bersyarat.

Seperti pada prinsip jaminan pada umumnya, jaminan perorangan berfungsi untuk menjamin perikatan yang dilakukan oleh debitor, jika debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam perikatan tersebut. Dalam jaminan perorangan, penanggung dapat dimintakan pemenuhan kewajiban debitor jika debitor tidak dapat memenuhinya.

Untuk mendapatkan pemenuhan atas piutangnya, kreditor dapat melakukan upaya hukum terhadap penanggung. Upaya hukum keperdataan terhadap penanggung dapat dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu gugatan wanprestasi dan permohonan kepailitan atau penundaan kewajiban pembayaran utang. 

Personal Guarantor

Baca juga: Pertanggungjawaban Penjamin Pribadi Terhadap Utang Debitor

B. Gugatan Wanprestasi

Wanpretasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata merupakan kondisi di mana debitor dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Subekti dalam Hukum Perjanjian membagi 4 (empat) unsur wanprestasi, antara lain:

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang dijanjikan.
  2. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
  3. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat.
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Dalam perjanjian jaminan, apabila debitor dianggap telah melakukan wanprestasi atau cidera janji, maka kreditor dapat melakukan upaya hukum untuk melakukan eksekusi jaminan, sesuai dengan bentuk jaminan yang telah diperjanjikan.

Apabila debitor wanprestasi dalam perjanjian yang telah dijaminkan dengan jaminan perorangan, maka kreditor berhak untuk menuntut pertanggungjawaban dari penanggung. Berdasarkan Pasal 1831 KUH Perdata, jika debitor lalai membayar utangnya, penanggung tidak diwajibkan untuk melunasi utang debitor apabila harta benda debitor belum disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya.

Namun, berdasarkan Pasal 1832 KUH Perdata, ketentuan dalam Pasal 1831 KUH Perdata dapat dikecualikan, atau dengan kata lain, penanggung wajib membayar kepada kreditor tanpa terlebih dahulu dilakukan sita atau penjualan terhadap benda debitor, dengan kondisi antara lain apabila:

  1. penanggung telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang debitor terlebih dahulu untuk disita dan dijual;
  2. penanggung telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitor terutama secara tanggung menanggung, dalam hal itu, akibat-akibat perikatannya menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menanggung;
  3. debitor dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;
  4. debitor berada dalam keadaan pailit;
  5. dalam hal penanggungan yang diperintahkan oleh Hakim.

Jika salah satu kondisi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1832 KUH Perdata telah terpenuhi, maka kreditor dapat langsung meminta pertanggungjawaban kepada penanggung tanpa terlebih dahulu melakukan penyitaan dan penjualan atas barang debitor.

Apabila diperlukan, kreditor dapat mengajukan upaya hukum terhadap penanggung untuk memenuhi kewajiban dari debitor, dengan mengajukan gugatan wanprestasi di Pengadilan Negeri.

C. PKPU & Kepailitan

Apabila Penjamin Pribadi tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Penjamin maka selain Upaya Hukum gugatan wanprestasi dilakukan oleh Kreditor dapat juga dilakukan dengan cara Permohonan PKPU & Kepailitan.

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 UU 37/2004, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004 Kepailitan dapat diajukan dengan persyaratan sebagai berikut:

  1. Debitor mempunyai dua atau lebih kreditor;
  2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih

Selain kedua syarat di atas, permohonan pernyataan pailit harus dibuktikan dengan fakta atau pembuktian sederhana sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (4) UU 37/2004.

Menurut Pasal 1 ayat (2) UU 37/2004, kreditor adalah orang yang mempunyai  piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Berdasarkan pengertian tersebut, kreditor yang mempunyai piutang berdasarkan perjanjian ataupun undang-undang dapat mengajukan permohonan kepailitan terhadap debitor. Sebagaimana dalam Pasal 1831 KUH Perdata, apabila debitor berada dalam keadaan pailit atau apabila penanggung melepaskan hak istimewanya, maka kreditor dapat langsung mengajukan permohonan kepailitan terhadap penanggung.

Selain permohonan kepailitan, kreditor juga dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Kreditor dapat mengajukan permohonan PKPU terhadap debitor jika:

  1. Debitor memiliki lebih dari 1 (satu) orang kreditor;
  2. Debitor tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya;
  3. Debitor memiliki utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Jika kondisi tersebut terpenuhi dan apabila debitor telah wanprestasi atau lalai dalam melaksanakan pemenuhan kewajibannya, maka kreditor dapat mengajukan permohonan PKPU terhadap penanggung, dengan tetap tunduk pada Pasal 1831 KUH Perdata.

Sehingga, upaya hukum yang dapat dilakukan seorang Kreditor terhadap Penjamin Pribadi atas Utang dari si Debitor dapat dilakukan dengan mengajukan Gugatan Wanprestasi maupun dengan permohonan PKPU & Kepailitan. namun, kembali lagi kepada pihak yang berkepentingan ingin memilih upaya hukum yang mana. Jika, seorang Kreditur ingin upaya hukum yang cepat dan dan dapat dilakukan pembuktian secara sederhana maka dapat memilih upaya hukum PKPU & Kepailitan.

***

ADCO Law merupakan law firm Jakarta Indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.

 

Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya aspek regulasi, kami memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.

 

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami

 

ADCO Law

Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet

Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.

Phone : +6221 520 3034

Fax     : +6221 520 3035

Email : [email protected] 

 

Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari  ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.