Pertanggungjawaban Penjamin Pribadi Terhadap Utang Debitor
Di dalam konsep jaminan terbagi menjadi dua, jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur bahwa
“Segala kebendaan si berpiutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”
Berdasarkan hal ini, maka semua harta benda debitur dapat dijadikan jaminan utang, meskipun dalam perjanjian utang tersebut tidak diikuti dengan perjanjian jaminan.
Kemudian ada juga jaminan khusus yang terdiri dari dua macam, yaitu (i) jaminan perorangan dan (ii) jaminan kebendaan. Hal ini dikarenakan jaminan umum masih dirasakan kurang memadai oleh si berpiutang (Kreditor) sehingga seringkali Kreditor meminta diberikan jaminan khusus. Pada jaminan kebendaan, si berutang (Debitor) yang berhutang, memberi jaminan benda kepada kreditor, sebagai jaminan atas hutang yang dipinjam Debitor. Jadi apabila debitur tidak membayar hutangnya pada saat jatuh tempo maka pihak kreditur dapat menuntut eksekusi atas benda yang telah dijaminkan oleh Debitor tersebut untuk melunasi hutangnya. Pada jaminan perorangan, jaminan ini melibatkan pihak ketiga yang berperan untuk kepentingan kreditor. Pihak ketiga ini mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan Debitor yang tidak memenuhi prestasinya. Dalam praktiknya, kreditor selain meminta jaminan kebendaan juga meminta jaminan tambahan berupa jaminan perorangan atau jaminan pribadi (borgtocht).
Baca juga: Carbon Offset
A. Utang Debitor
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai tanggung jawab penjamin pribadi terhadap utang debitor, perlu kami jelaskan terlebih dahulu mengenai konsep utang. Pengertian Utang dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU 37/2004) adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.
Menurut Prof. Sutan Remy dalam bukunya yang berjudul Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan, Pengertian Utang adalah setiap kewajiban Debitor untuk membayar sejumlah uang kepada Kreditor. Kewajiban yang dimaksud harus diartikan sebagai kewajiban yang timbul baik karena perjanjian apa pun (tidak terbatas kepada perjanjian utang piutang saja) maupun ketentuan Undang-Undang dan karena putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dilihat dari prespektif Kreditor, kewajiban membayar Debitor tersebut merupakan hak untuk memperoleh pembayaran sejumlah uang atau right to payment.
B. Debitor Tidak Dapat Melunasi Utang Kepada Kreditor
Bagaimana halnya jika Debitor tidak dapat melunasi Utang kepada Kreditor? Apabila Debitor ternyata mengalami kesulitan untuk membayar utang kepada Kreditor yang mana tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan pendapatan guna membayar utang kepada Kreditor, maka Kreditor harus memperoleh kepastian melalui hasil penjualan aset/harta milik Debitor. Disamping dengan menjual aset/harta milik Debitor, sumber pelunasan alternatif (dalam dunia perbankan second way out) yang juga dapat dilakukan adalah dengan melakukan penjualan aset/harta milik Penjamin Pribadi (guarantor atau borg) yang dapat menjadi sumber pelunasan Utang si Debitor.
Prof. Sutan Remy dalam bukunya berjudul Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan menjelaskan bahwa
“Selain Hak Jaminan yang bersifat kebendaan, hukum juga mengenal jaminan berupa penjaminan oleh orang atau badan hukum. Artinya, yang menjadi jaminan itu adalah penjaminnya. Apabila, seorang atau suatu badan hukum mengajukan dirinya untuk menjadi penjamin bagi utang orang lain (debitor), maka apabila debitur tidak melunasi utangnya ketika utang itu telah tiba waktunya untuk dibayar atau dapat ditagih oleh Kreditur, penjamin yang berkewajiban untuk melunasi utang Debitur yang dijaminnya itu”.
Baca Juga: Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022
C. Penjamin Pribadi Terhadap Utang Debitor
Jaminan perorangan (borgtocht/personal guarantee) pada dasarnya adalah jaminan perorangan terhadap suatu utang yang diatur dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 1820 KUH Perdata, Jaminan perorangan (borgtocht atau personal guarantee) adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini tidak memenuhinya. Menurut Subekti, Jaminan Perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang Kreditor dengan orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitor.
Penjamin Pribadi dalam menjadikan dirinya sebagai Jaminan bagi Utang Debitor kepada Kreditor dapat dituangkan dalam Akta Perjanjian Jaminan Pribadi (Personal Guarantee) dengan melepaskan Hak Istimewanya sebagai Jaminan bagi Kreditor. Hak Istimewa dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1134. Kemudian dalam UU K-PKPU disebutkan dalam Pasal 114, Pasal 168, Pasal 169, Pasal 189, Pasal 199.
Pengaturan pertanggungjawaban seorang penjamin pribadi terhadap tagihan-tagihan Terjamin berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata, yang menyatakan:
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”
sehingga harta kekayaan Debitor bukan hanya untuk menjamin kewajiban melunasi utang kepada Kreditur yang diperoleh dari perjanjian tetapi untuk menjamin semua kewajiban yang timbul dari perikatan Debitor.
Menurut Prof Hadi Subhan, dalam keterangannya sebagai ahli pada persidangan tanggal 14 September 2022 di Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Semarang menjelaskan bahwa
“penanggungan itu berarti orang atau pihak ketiga bukan debitor utama itu yang akan menjamin untuk memenuhi ketika debitor itu wanprestasi. Jadi unsur nya adalah yang pertama debitor utama, yang kedua ada pihak ketiga penjamin, yang ketiga debitor utama wanprestasi. Karena dia baru wajib memenuhi perikatan itu ketika debitor utama wanprestasi”.
Penjamin memiliki Hak Istimewa yang melekat pada dirinya yang tercantum pada Pasal 1831 KUHPerdata yang mengatur bahwa
“si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai, sedangkan benda – benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya”.
Seorang penjamin pribadi atau yang biasa disebut dengan Personal Guarantee memiliki hak istimewa yang terdapat dalam pasal 1831 KUHPerdata, namun biasanya dalam perjanjian penjaminan tersebut terdapat klausul yang menyatakan bahwa Personal Guarantee melepaskan hak istimewanya yang sebenarnya memiliki akibat hukum kepada Personal Guarantee tersebut.
Sehingga berdasarkan peraturan perundang-undangan Pertanggungjawaban Penjamin Pribadi Terhadap Utang Debitor dapat diartikan bahwa Penjamin bertanggungjawab atas utang debitor dan bertanggung jawab secara penuh untuk melunasi seluruh Utang Debitor kepada Kreditor apabila Debitor sudah sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utangnya kepada Kreditor.
***
ADCO Law merupakan law firm Jakarta Indonesia yang menyediakan ragam layanan hukum terintegrasi kepada klien mulai dari transaksi komersial dan litigasi perusahaan di berbagai sektor industri.
Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, tidak hanya aspek regulasi, kami memahami industri dan bisnis klien. Kami memberikan nasihat hukum menyeluruh dan solusi untuk meminimalisasi risiko hukum secara komprehensif dalam menghadapi dinamika bisnis.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : [email protected]
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.